bar-merah

Baru Januari sudah 13 orang meninggal akibat DBD, Sulut status kejadian luar biasa

zonautara.com
Ilustrasi nyamuk, (Foto: pexel.com)

MANADO, ZONAUTARA.com – Selang 1 Januari hingga 29 Januari 2019, sudah 13 orang meninggal akibat serangan demam berdarah dengue (DBD) di Sulawesi Utara. Sementara ada sebanyak 1.052 pasien yang dirawat.

Data itu diungkapkan oleh Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulut, Steven Dandel, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Rabu (30/1).

Dari 13 pasien yang meninggal itu, terbanyak ada di Manado yakni 8 orang, menyusul Minahasa Tenggara 2 orang, lalu Bitung, Sitaro dan Sangihe masing-masing 1 orang.

Tiga derah mendominasi jumlah penderita yakni Manado, Minahasa Utara dan Minahasa. Steven menjelaskan bahwa tanggungjawab penanganan DBD ada di pemerintah kota dan kabupaten.

Angka penderita dan pasien meninggal DBD ini diprediksi melebihi jumlah kasus DBD tahun 2018. Pasalnya baru satu tahun saja sudah ada 13 penderita yang meninggal, sementara pada tahun 2018 lalu, total penderita mencapai 1.713 orang.

KLB DBD

Dikutip dari pemberitaan Tirto.id, Direktur Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini Sulawesi Utara menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) karena ada 13 kejadian meninggal periode 1-29 Januari 2019.

Peningkatan kejadian DBD di Sulut menurut Siti karena buruknya program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Siti berpendapat warga di daerah ini gemar mengumpulkan botol-botol bekas di halaman rumah yang berpotensi menjadi tempat perkembang biakan nyamuk.

“Ada satu daerah yang kami kunjungi, di mana di lokasi tersebut tempat pengumpul botol-botol bekas. Sayangnya botol bekas tersebut diletakan di halaman rumah. Ketika sudah banyak baru dijual ke pengepul. Itulah yang kemudian, menjadi sarang jentik nyamuk karena kondisi botolnya terbuka dan menampung air. Di situlah peindukan nyamuk. Itu kami bereskan, kami buang. Dari situ angkanya jadi menurun,” papar dia.

Siti juga menilai, intensitas hujan yang tinggi menjadi salah satu penyebab telur nyamuk lebih mudah berkembang biak. Hal ini, katanya, adalah siklus yang wajar, meski terus harus diwaspadai.

“Telur nyamuk bisa bertahan dan tidak menetas saat musim kering. Makanya ketika masuk musim hujan terjadi pelonjakan jumlah nyamuk, karena telur tadi menetas. Sedikit saja curah air meningkat, telur tadi langsung berubah menjadi purpa lalu berkembang menjadi nyamuk dewasa. Itu yang membuat peningkatan kasus ketika awal musim penghujan,” ujarnya.

Masyarakat bergerak

Selain pemberantasan sarang nyamuk dilakukan oleh dinas dan stakeholder terkait, antisipasi penyebaran DBD juga dilakukan oleh masyarakat secara mandiri.

Yunan Helmy Balamba bersama komunitasnya melakukan fogging (penyemprotan nyamuk) di kawasan pemukiman warga Kota Manado. Menurut calon legislatif Partai Gerindra, fogging dilakukan sebagai langkah terakhir pencegahan penyebaran DBD.

“Seharusnya masyarakat harus menerapkan langka 3M dalam pencegahan penyebaran DBD,” jelas Yunan.

Langkah tiga M yang dimaksud adalah menguras/menyikat bak mandi, menutup penampungan air dan memanfaatkan barang bekas yang bisa menjadi sumber berkembang biaknya jentik nyamuk DBD.

Di beberapa tempat, kelompok-kelompok masyarakat juga secara sadar membersihkan lingkungan sekitar dan membereskan tempat-tempat yang bisa menjadi genangan air.

Editor: Ronny Adolof Buol



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com