Layaknya petani memanen di lahan pertanian, bagi suku Bajo, laut adalah lahan garapan. Mereka memanen ikan kapan saja. Dan di Torosiaje, panen itu bisa dari kolong rumah.
Tiang pancang lebih dari 200 bangunan yang seluruhnya terbuat dari kayu, membentang dalam formasi “U” di sebuah tanjung di Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwatu, Gorontalo. Letaknya di Teluk Tomoni.
Ratusan bangunan rumah dan sarana sosial itu, dihubungkan dengan jembatan kayu sepanjang sekitar 4000 meter, sambung menyambung menjadi pemukiman suku Bajo terbesar yang ada di tengah laut.
Berbeda dengan pemukiman suku Bajo lainnya, di Torosiaje, dua dusun ini benar-benar berada di atas laut. Untuk ke daratan, harus menaiki perahu.
Runut tuturan hikayat, putri Raja Elolo Bajo hanyut terbawa arus. Diutuslah Patta Sompa untuk mencari sang putri. Melintas di Teluk Tomini, sang utusan menunjuk sebuah tanjung untuk beristirahat.
“Kita pasemba matoro ore“, yang artinya “kita akan singgah di tanjung sana”. Yang ditunjuk adalah Tanjung Salam Penguh, yang kini lebih dikenal sebagai Torosiaje.
Dan sejak perahu Patta Sompa terikat di batang pohon lolaro, sejak itu pula secara perlahan pemukiman suku Bajo di Torosiaje terbentuk.
Mengorbankan mangrove yang ada disitu, pemukiman suku Bajo dibangun di perairan dangkal sejak 2003. Pemerintah setempat pernah merelokasi pemukiman ini ke daratan. Namun laut bagi orang Bajo adalah leluhur yang harus dipuja.
Maka pemerintah pun memfasilitasi membangun pemukiman di atas laut untuk lebih dari 1000 jiwa di Torosiaje. Diatas pemukiman yang berdiri di tiang-tiang pancang itu, semua aktifitas dilakukan, termasuk bersekolah, fasilitas kesehatan, kios, masjid dan sebagainya.
Bagi orang Bajo, hidup mereka tak bisa dipisahkan dengan laut, Laut adalah denyut hidup. Laut pula yang memberi mereka makan. Sejatinya suku Bajo adalah nomaden. Di Torosiaje, sifat itu tetap kentara.
Saban hari semua pria dewasa akan keluar mencari ikan. Kemana angin berhembus, kesitulah rejeki akan dikejar. Tapi mereka akan pulang rumah, bercengkrama dengan isti.
Di Torosiaje, proses kawin mawin dengan suku lainnya telah memberi warna tersendiri bagi suku Bajo. Percampuran etnis di sana jamak ditemui. Tetapi kehidupan mereka tetap berpijak pada tradisi leluhur yang meminjam laut sebagai tempat tinggal.
Teks dan foto: Ronny Adolof Buol