bar-merah

Maleo diberi cincin untuk mengetahui wilayah jelajahnya

Pemasangan cincin di kaki Maleo (Foto: EPASS Bogani)

BOLMONG, ZONAUTARA.COM – Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (BTNBNW) bersama EPASS dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, telah melakukan penandaan pada burung (Bird banding) maleo di Pusat Penelitian maleo / Sanctuary Maleo Tambun, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara pada pekan lalu.

Kegiatan ini merupakan salah satu dari penelitian maleo di Lansekap Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang bertujuan untuk mengetahui wilayah jelajah satwa tersebut.

Tiga tahun yang lalu BTNBNW telah membangun Sanctuary Maleo Tambun sekaligus sebagai Pusat Penelitian Maleo. Sebelumnya anakan maleo yang menetas di bak penetasan semi alami langsung dilepasliarkan.

“Namun semenjak ada pembangunan Sanctuary malaeo, beberapa maleo dibesarkan dalam kandang pembesaran. Saat ini maleo generasi pertama yang ada di kandang sudah beranjak dewasa dan akan dilepasliarkan ke alam. Untuk mengetahui wilayah jelajah dari maleo, maka sebelum dilepasliarkan, dilakukan penandaan (bird banding) terlebih dahulu,” jelas Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, drh. Supriyanto, Sabut (29/6/2019).

Pada hari Sabtu (22/6) lalu, telah dilakukan Bird banding pada 5 ekor burung maleo dewasa dengan memasang cincin penanda (ring bird) yang terbuat dari campuran alloy dan nikel.

Proses pemasangan cincin penanda di kaki Maleo. (Foto: EPASS Bogani)

“Cincin tersebut diperoleh dari LIPI, dan bernomor seri Indonesian Bird Banding Scheme (IBBS). Dengan adanya cincin ini, petugas atau staf lapangan yang melihat tanda tersebut dapat mengenali bahwa individu tersebut dari Tambun,” jelas Peneliti dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Ign Pramana Yuda, PhD., sekaligus Presiden Indonesian Ornitologist Union yang melakukan banding pada hari tersebut.

Lokasi-lokasi dimana individu maleo yang di-banding terlihat oleh staf lapangan dapat dipetakan, dan kita dapat mengetahui wilayah jelajah dari burung ini.

Sebelum pemasangan cincin, dilakukan pengukuran morfometrik pada masing-masing burung maleo tersebut. Data ini nantinya akan dimasukkan dalam database nasional burung yang dikelola oleh LIPI. Pengambilan sampel darah juga dilakukan untuk uji kesehatan maleo, khususnya penyakit parasite darah.

Proses pengukuran morfometrik. (Foto: EPASS Bogani)

“Serangkaian kegiatan ini dimulai pada dini hari, dimana maleo masih mudah untuk ditangkap dan langsung dilakukan pengukuran morfometrik, banding, dan pengambilan sampel darah. Hal ini untuk mengurangi stress pada individu maleo. Sedangkan Uji test sampel darah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Hewan Manado, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara. Hasil laboratorium menyatakan bahwa semua sampel hasilnya negatif atau semua maleo bebas dari parasite darah. Sehingga maleo ini siap untuk dilepasliarkan ke alam,” jelas Field Coordinator EPASS Bogani Nani Wartabone, Elisabet Purastuti.

Maleo adalah burung endemik Sulawesi yang dilindungi dan habitatnya banyak berkurang karena perubahan penggunaan lahan di lokasi peneluran maleo. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah salah satu habitat terbesar dan penting bagi maleo. Oleh karena itu penelitian yang dapat menunjang konservasi maleo sangat diperlukan untuk menunjang kelangsungan hidup satwa ini.

Editor: Ronny Adolof Buol



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com