bar-merah

Dandhy Laksono diijinkan pulang, statusnya tersangka

Dandhy Laksono usai diperiksa di Polda Metro Jaya. (Foto: Joni)

ZONAUTARA.com – Pembuat film dokumenter Sexy Killer, Dandhy Dwi Laksono ditetapkan polisi sebagai tersangka. Dia sebelumnya ditangkap di kediamannya di Bekasi, Jawa Barat pada Kamis malam (26/9/2019).

Polisi kemudian membawanya ke kantor Polda Metro Jaya, Jakarta. Pendiri rumah produksi Watchdog ini dibawa dengan kendaraan Toyota Fortuner. Penangkapannya disaksikan oleh dua orang satpam RT setempat.

Berdasar surat penangkapan, Dandhy ditangkap karena diduga melanggar Pasal 28 ayat (2), jo Pasal 45 A ayat (2) UU No.8 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 dan Pasal 15 No.1 tahun 1946 tentang hukum pidana.

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA),” mengutip bunyi Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yang dikenakan kepada Dandhy.

Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini memang kerap mengeritisi pemerintah lewat postingan di media sosial terutama twitter, maupun karya-karya film dokumenternya.

Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, Dandhy kemudian diijinkan pulang.

Salah seorang tim kuasa hukum yang mendampingi Dandhy Laksono selama proses pemeriksaan, Feri Kusuma, menuturkan proses pemeriksaan berlangsung sekitar tiga jam.

“Pemeriksaan Tadi selesai pukul 04.00 WIB, mulainya sekitar pukul 01.00 WIB,” ujar Feri saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (27/9).

“(Pertanyaan) terkait Papua dan Wamena, yang melaporkan dari Polisi.”

Feri menyebutkan pemeriksaan berlangsung baik, namun ia menyesalkan proses penangkapan Dandhy yang dinilai terlalu malam.

“Yang saya sesalkan kenapa harus terlalu malam dan saya harap tidak ada pemeriksaan lagi,” ujarnya.

AJI dan YLBHI minta Dandhy dibebaskan

AJI menilai penangkapan terhadap Dhandy tidak berdasar dan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, dan mendesak polisi membebaskan Dandhy dari segala tuntutan hukum.

AJI juga menganggap apa yang dilakukan polisi terhadap Dhandy bertentangan dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi Indonesia.

AJI adalah organisasi jurnalis yang misinya memperjuangkan kebebasan pers, meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan jurnalis. AJI memiliki 1.846 anggota yang tersebar di 38 kota.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga mendesak agar penyidik Polda Metro Jaya untuk menghentikan penyidikannya. Melalui keterangan tertulis YLBHI menyebutkan, selama ini Dandhy kerap membela dan menyuarakan berita-berita tentang Papua.

Menurut YLBHI, yang dilakukan Dandhy adalah bentuk upaya memperbaiki kondisi HAM, dan demokrasi, serta merupakan bagian dari upaya memastikan bahwa masyarakat dan publik luas dapat informasi yang berimbang.

Ketua Umum YLBHI Asfinawati mengatakan, penangkapan ini menunjukkan perilaku reaktif Kepolisian Republik Indonesia terkait Isu Papua dan sangat berbahaya bagi perlindungan dan kebebasan informasi yang dijamin penuh oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.

Penangkapan ini juga merupakan bentuk pembungkaman bagi pegiat informasi, dan teror bagi pembela hak asasi manusia.

Editor: Ronny Adolof Buol



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com