bar-merah

Mengenal diare pada balita dan anak

Ilustrasi dari Pixabay.com

Oleh: Dwiputri AP Katiman *

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 1984, diare didefinisikan sebagai buang air besar (BAB) 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.

Menurut data WHO pada tahun 2013 di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan setiap tahun ada 100.000 balita meninggal karena diare.

Prevalensi diare dalam Riskesdas 2013, diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.

Survei morbiditas yang dilakukan Subdit Diare, Departemen Kesehatan RI tahun 2000 s/d 2013 terlihat kecenderungan insiden naik.

Target nasional angka kematian Case Fatality Rate (CFR) pada KLB diare pada tahun 2014 sebanyak 1,14%. Di Jawa Tengah, CFR yaitu <1%, namun secara nasional belum mencapai target.

Diare juga merupakan penyebab kematian nomor tiga pada semua usia (Kemenkes RI, 2014).

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya diare pada balita diantaranya, faktor infeksi, faktor malabsorbsi dan faktor makanan. Serta beberapa faktor yang mempengaruhi diare meliputi faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor gizi, dan faktor sosial ekonomi (Suharyono, 2008).

Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.

Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare dan berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005).

Faktor gizi juga ikut mempengaruhi diare, dimana semakin buruk gizi seorang balita, ternyata semakin banyak episode diare yang dialami.
Selain itu, faktor lainnya adalah sosial ekonomi yang juga berpengaruh terhadap diare pada balita.

Kenali tanda dan gejala diare pada anak

Selain lebih sering BAB dan mencret, diare bisa disertai dengan perut kembung, mual, muntah, demam, nyeri perut, dan lemas. Saat diare, tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit dengan sangat cepat. Hal ini dikarenakan saluran cerna sulit menyerap cairan dan elektrolit.

Diare yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan dehidrasi. Dibandingkan orang dewasa, anak-anak lebih rentan mengalami dehidrasi. Dehidrasi berat dapat menyebabkan penurunan kesadaran, kejang, kerusakan otak, bahkan kematian.

Agar dapat segera ditangani sebelum terjadi dehidrasi berat, orang tua perlu mewaspadai tanda-tanda dehidrasi pada anak, yaitu:
• Tampak lemas dan pucat.
• Mata cekung.
• Sangat kehausan.
• Mulut dan bibir kering.
• Tubuh terasa dingin.
• Jumlah urine sedikit atau warnanya kuning pekat kecokelatan.
• Saat menangis, air mata hanya sedikit atau tidak ada sama sekali.
• Mengantuk terus-menerus.

Cara mencegah diare pada anak

Mengingat kasus diare pada anak masih sangat banyak di Indonesia, orang tua perlu melakukan langkah-langkah pencegahan yang efektif.
Diare pada anak dapat dicegah melalui beberapa cara berikut ini:
• Menjaga kebersihan lingkungan, terutama sumber air minum. Pastikan air dan makanan yang dikonsumsi bersih dan matang.
• Membiasakan anak untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah buang air kecil atau buang air besar, juga setelah memegang benda kotor.
• Memberikan ASI pada anak berusia <2 tahun untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.
• Memberikan anak vaksin rotavirus.

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Keperawatan UNIKA De La Salle Manado



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com