bar-merah

Relaksasi iuran JKK, JKm dan JP

Catatan Timboel Siregar*

Rencana Pemerintah melakukan relaksasi iuran JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), JKm (Jaminan Kematian) dan JP (Jaminan Pensiun) di BPJS Ketenagakerjaan, merupakan respon atas surat Apindo ke Menko Perekonomian tanggal 6 April 2020 lalu yang meminta relaksasi iuran BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.

Permintaan mereka soal relaksasi pembayaran iuran selama setahun. Tetapi saya kira tidak tepat permintaan Apindo soal relaksasi pembayaran iuran jaminan sosial tersebut, mengingat UU SJSN dan regulasi turunannya (PP 44/2015 ttg JKK-JKm, PP no. 45/2015 ttg JP maupun Perpres no. 82/2018 junto Perpres no. 75/2019) menyatakan bahwa peserta wajib membayar iuran. Bila tidak membayar maka tidak akan dapat layanan manfaat.

Atas permintaan Apindo tersebut Pemerintah berencana memotong iuran JKK dan JKm sebesar 90% selama tiga bulan dan bisa ditambah tiga bulan sehingga iurannya hanya 10% dari iuran normal. Sementara utk JP, pembayaran iuran JP sebesar 30% setiap bulan dan yang 70%-nya hanya ditunda pembayarannya, yang harus dibayar dengan dicicil hingga oktober 2020.

Menurut saya rencana tersebut adalah baik, mengingat cash flow perusahaan saat ini terguncang akibat dampak pandemi Covid19, sehingga dengan rencana ini cash flow perusahaan dapat terbantu sehingga proses produksi tetap bisa berjalan.

Rencana ini harus dituangkan dalam revisi PP No. 44 Tahun 2015 untuk JKK dan JKm dan PP No. 45 Tahun 2015 tentang JP, karena dalam PP tersebut sudah sangat jelas ketentuan tentang iuran JKK dan JKm serta JP yang harus dibayarkan perusahaan kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Tentunya relaksasi ini harus benar-benar selektif ditujukan kepada perusahaan yang sangat terdampak covid19. Perusahaan yang masih mampu harus tetap membayar iuran secara normal.

Dengan dana kelolaan JKK sekitar Rp. 35 Triliun dan JKm sekitar 12 triliun tentunya BPJS Ketenagakerjaan masih memiliki kemampuan untuk memberikan manfaat kepada peserta sesuai PP no. 82 tahun 2019 walaupun iuran JKK dan JKm hanya 10% selama tiga bulan, dan bisa ditambah tiga bulan lagi. Kalau untuk JP hanya ada penundaan saja, tidak ada pemotongan iuran.

Dampak negatif dari relaksasi ini adalah imbal hasil investasi untuk JKK dan JKm akan berkurang nantinya mengingat jumlah iuran akan diterima berkurang jumlahnya, demikian juga dengan JP karena waktu pembayaran iuran ditunda sampai oktober 2020 sehingga akan mempengaruhi investasi dana. Selain itu kewajiban BPJS Ketenagakerjaan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) sesuai Peraturan OJK no. 1 Tahun 2016 juga akan berkurang karena pendapatan iuran JKK dan JKm akan berkurang dengan relaksasi ini.

Saya kira ini adalah konsekuensi yang memang harus disepakati. Namun demikian saya berharap relaksasi ini harus disertai kepastian bahwa perusahaan yang dapat relaksasi ini pasti membayar THR pekerjanya. Kalau nanti terbukti ada perusahaan tidak bayar THR maka fasilitas relaksasi ini bisa dicabut. Saya berharap Pemerintah tegas untuk masalah THR ini.

Demikian juga saya berharap pemerintah tegas untuk mengawal pembayaran kekurangan dana JP yang diberikan kesempatan untuk membayar sampai Oktober 2020. Jangan sampai ada perusahaan yang tidak membayar kekurangan iuran JP ini karena yang akan dirugikan adalah pekerja. JP adalah tabungan pekerja, kalau iurannya tidak dibayar maka tabungannya berkurang. Pemerintah harus tegas kepada perusahaan yang tidak mau bayar kekurangan JP sampai Oktober 2020.

Semoga relaksasi ini akan mendukung perbaikan cash flow perusahaan sehingga proses produksi tetap berjalan dan pekerja tetap bekerja.

Penulis Timboel Siregar adalah Koordinator Advokasi BPJS Watch



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com