bar-merah

Dokter Hadio Ali Khazatsin yang meninggal karena covid-19 ternyata dulunya aktivis

zonautara.com
Hadio Ali Khazatsin.(Image: Istimewa)

ZONAUTARA.com – Dokter Hadio Ali Khazatsin yang sebelumnya berjuang menyembuhkan pasien yang terpapar Covid-19, meninggal dunia pada Minggu, 22 Maret 2020, akibat terpapar pandemi tersebut. Ia sempat dirawat intensif dengan menggunakan ventilator di RS Persahabatan, Jakarta.

Namun sekitar pukul 04.00 dini hari, dokter Hadio, demikian ia akrab disapa, harus mengakhiri perjuangannya dan berpulang dengan tenang pada usia 34 tahun. Dokter Hadio meninggalkan seorang istri dan dua orang putri.

Ia menyelesaikan pendidikan kedokterannya di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia tahun 2009. Setelah lulus, terlibat sebagai dokter umum pada sebuah penelitian di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (2009-2010).

Dokter Hadio melanjutkan jenjang pendidikan spesialisasi kedokteran di Departemen Neurologi, Universitas Indonesia dan berhasil menyandang gelar Spesialis-1 Neurologi pada tahun 2014. Sejak itu, dr Hadio Ali Khazatsin, SpS bertugas sebagai Neurologist di beberapa rumah sakit, di antaranya RS Cipto Mangun Kusumo, RSAL Dr Mintohardjo dan RS Agung Manggarai (2014-2015).

Dalam usia yang relatif muda, dokter Hadio telah memiliki pengalaman dalam menangani penyakit-penyakit yang berhubungan dengan cerebrovascular, neurosonologi dan intervensi di bidang neurologi. Ia tercatat sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia dan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, masa bakti beliau diakhiri dengan bertugas sebagai Neurologist di RS Premier Bintaro sampai tahun 2020.

Melalui laporcovid19, Halik Malik, seorang rekannya, menulis bahwa dokter Hadio sejak mahasiswa adalah seorang aktivis, badannya tinggi kurus, mirip Wiji Tukul. Di Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia, Hadio membidangi urusan kajian strategis dan advokasi sedangkan dirinya di bidang pengkaderan.

“Pernah kami dari Makassar dan beberapa kawan lainnya harus menginap di ruang BEM FK UI karena terlibat diskusi soal kebangsaan dan organisasi. Beruntung setelah lulus dari fakultas kedokteran saya dengan Hadio masih saling komunikasi dan sempat belajar kelompok untuk lulus Ujian Kompetensi Dokter,” tulis Halik, Jumat, 4 September 2020.

Kalau tidak salah ingat, imbuh Halik, itulah perjumpaan terakhir dengan dokter Hadio. Ketika bertugas di pedalaman Sumatera Barat Halik dapat kabar, Hadio menikah dengan teman sesama pengurus ISMKI, sungguh senang mendengarnya. Tidak lama Hadio menyelesaikan sekolah spesialisnya dan menjadi ahli neurologi intervensi yang handal.

“Dirinya adalah sosok generasi muda dokter yang potensial, sederet tugas dan tantangan menantinya, kami sungguh merasa kehilangan…” tulisnya.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com