Jeanne PMR Winaktu, dokter dengan bintang satu di pundaknya ini turut jadi korban covid-19

Reporter ZonaUtara
Penulis Reporter ZonaUtara
Jeanne PMR Winaktu.(Image: Istimewa)



ZONAUTARA.com – Jeanne PMR Winaktu adalah seorang dokter yang berhasil meraih bintang satu di pundaknya dalam karir sebagai Perwira Tinggi di jajaran TNI Angkatan Laut. Dokter Jeanne, begitu ia akrab disapa, turut gugur sebagai pahlawan setelah terinfeksi covid-19.

Dokter Jeanne meninggal pada 2 April 2020 pukul 06.00 WIB di RSAL Mintoharjo Jakarta Pusat. Pemilik nama lengkap Laksamana Pertama TNI (Purnawirawan) dr. Jeanne PMR Winaktu, Sp.BS ini sempat mengalami gangguan saluran pernapasan, dengan status Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19.

Gugurnya dokter Jeanne menyisakan duka besar di kalangan TNI dan dunia medis Indonesia. Ia sosok perempuan pejuang yang mendedikasikan diri untuk kemanusiaan dan bangsa ini. Bahkan, ia memilih mengabdikan hidupnya untuk kemanusiaan dan tetap hidup sendiri – tanpa pasangan hidup – hingga akhir hayatnya.

Dokter spesialis bedah syaraf pertama di Indonesia ini lahir di Jakarta, 20 Maret 1955, dan berpulang pada usia 65 tahun. Purnawirawan TNI ini salah seorang  diantara sedikit  perempuan yang menganut agama Katholik di Kowal.

Dokter Jeanne masuk di Kowal pada tahun 1962. Saat itu TNI AL pertama kali melakukan perekrutan Kowal yang menghasilkan 12 orang Perwira Kowal. Ia kemudian dilantik pada tanggal 5 Januari 1963 bersama rekan-rekannya.

Pelantikan tersebut dipimpin langsung Kasal Laksamana Muda RE Martadinata, tepatnya di Markas Besar Angkatan Laut yang beralamat di jalan Gunung Sahari 67 Jakarta. Tanggal tersebut sekaligus dijadikan sebagai hari jadi Korps Wanita Angkatan Laut (Kowal) Indonesia.

Sebagai anggota Kowal angkatan pertama Indonesia, Jeanne dan Laksamana Muda TNI Christina Maria Rantetana, SKM, MPH  adalah dua  anggota Kowal yang berhasil mencapai perwira tertinggi. Berkat kegigihan kedua perwira ini, mengantarkan Laksamana Muda TNI Christina Maria Rantetana SKM MPH menduduki Jabatan jabatan terakhir sebagai Staf Ahli Menkopolhukam RI Bidang Ideologi dan Konstitusi pada 2006 , dan Jeanne menduduki jabatan terakhir sebagai Kepala Dinas Kesehatan TNI AL (2012).

Semasa hidupnya, dokter Jeanne tinggal di Jalan Lembang No. 25 Menteng, Jakarta. Dokter Jeanne merupakan warga Gereja Santo Ignatius Loyola – Paroki, Jalan Malang, Jakarta Pusat.

Catatan dokter Jeanne di kemiliteran, membuat haru dan bangga. Srikandi laut ini tidak kalah dengan tentara laki-laki. Perjalanan panjang menuju puncak kejayaan dengan mendapatkan gelar pangkat bintang satu.

Jeanne juga pernah menjabat sebagai kepala RS dr. Ramelan Surabaya. Yang paling  membanggakan, ia merupakan perempuan Indonesia pertama yang menjadi instruktur ATLS (Advance Trauma Life Support) dan pernah  menjadi surveyor Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).

Perempuan  lulusan Pendidikan Aplikasi-3 TNI AL Angkatan II tahun 2011 ini merupakan Perwira Tinggi kedua di TNI Angkatan Laut. Jeanne memperoleh kenaikan pangkat menjadi Pati TNI AL setelah dipromosikan pada tanggal 9 Januari 2012.

Kenaikan pangkat menjadi bintang satu tersebut menancapkan namanya menjadi orang kedua perempuan yang mencapai pangkat Perwira Tinggi TNI AL setelah Laksamana Muda TNI (Purn.) Christina Maria Rantetana SKM MPH. Ukiran sejarah tersebut juga merupakan hadiah hari jadinya  saat itu.

Setelah resmi  dilantik, dan menjadi Kowal pertama TNI AL,  Jeanne mengikuti banyak pendidikan di kemiliteran. Sebagai generasi pertama Kowal, ia pernah juga dikirim untuk belajar di ke Amerika Serikat bersama sebelas rekannya. Keduabelas orang inilah yang merupakan tenaga inti Kowal, karena di atas pundak merekalah berada tugas dan tanggung jawab yang berat untuk merintis dan membina kelanjutan perkembangan serta kemajuan Kowal berikutnya.

Pengiriman Jeanne dan rekan-rekannya ke Amerika Serikat untuk mempelajari lebih lanjut mengenai organisasi dan kegiatan dari Women Accepted  for Volunteer Emergency Service (WAVES) di Maryland USA pada 1963. Tapi sebelum ke USA, Jeanne terlebih dahulu mengikuti program  pengiriman Perwira Kowal Angkatan I ke Irian Barat di tahun yang sama.

Pengiriman ke Irian Barat adalah dalam rangka upacara penyerahan Irian Barat dari Belanda kepada Indonesia melalui UNTEA. Sejarah mencacat, dalam upacara tersebut anggota Kowal dipercaya sebagai pengerek Bendera Sang Saka Merah Putih.

Pascaperistiwa itu, tahun 1982, dokter Jeanne mengikuti Pendidikan Militer pertama di Sekolah Perwira Wajib Militer (Sepawamil), seusai ia menamatkan kuliah jurusan kedokterannya. Pada 1983 ia ikut mengikuti Basic and Intermediate Acupuncture. Di tahun 1984 ia kembali mengikuti pendidikan militer,  Advance Medical Acupuncture.

Berjalan satu tahun, pada 1985 dokter Jeanne mengikuti Kursus Kedokteran Olah Raga dan pada tahun 1986 , ia mengikuti Advance Course in English. Lalu, pada tahun 1996, ia menyelesaikan studi S-2nya dalam bidang Bedah Syaraf. Pada 1998 ia ikut Diklapa II Aplikasi.

Pendidikan di militer tidak berhenti disitu saja. Di tahun  2003 ikut Sesfung TNI AL angkatan-7, dan ikut Pendidikan Aplikasi-3 TNI AL Angkatan-2 di tahun 2011. Kemudian di tahun 2009, ia menyelesaikan studi S-2 untuk menjadi Spesialis Kedokteran Kelautan.

Perempuan yang menghabiskan 30 tahun di dunia militer dan pensiun pada tahun 2012 ini  mengemban banyak amanah di lingkungan TNI AL. Dua karir terakhirnya adalah menjabat sebagai Perwira Kesehatan Rumkital dr. Mintohardjo, Jakarta.

Deretan karir lainnya seperti menjabat sebagai Kasubdis Kesehatan Umum Diskes Armada RI Kawasan Barat, Kasubdep Bedah Plastik, Kasubdep Bedah Umum, Kadep Kutema, Kadep Bedah, Kadepkes Ibu dan Anak di Rumkital dr. Mintohardjo, Jakarta, Wakamed Rumkital dr. Mintohardjo, Jakarta, Kepala Rumah Sakit TNI AL dr. Mintohardjo, Jakarta, Kepala Rumah Sakit TNI AL dr. Ramelan, Surabaya, dan Kepala Dinas Kesehatan TNI AL.

Beberapa  bintang jasa kemiliteran pun telah berhasil diraihnya, antara lain Satya Lencana Kesetiaan 8 tahun, Satya Lencana Kesetiaan 16 tahun, Satya Lencana Kesetiaan 24 tahun, Satya Lencana Kebaktian Sosial, dan Bintang Jalasena Nararya.

Sebagai perempuan tangguh dan berjiwa sosial, dokter Jeanne juga kerap memberikan pelatihan seputar pelayanan kesehatan, di kampus-kampus dan kerap menjadi pembicara di beberapa acara seminar dan diskusi. Baginya, pelayanan kesehatan harus maksimal diberikan.

Baginya, pekerjaan di bidang kesehatan adalah pekerjaan yang sangat mulia. Oleh karena itu, harus bisa memberikan pelayanan kesehatan secara optimal dan manusiawi dengan berbasis kepada kompetensi profesi di manapun bertugas dan ditempatkan.

Bagi jiwa perempuan kelahiran 65 tahun silam ini, bekerja itu harus menjunjung tinggi kejujuran, keikhlasan, dedikasi, prestasi, dan loyalitas demi kemajuan organisasi,  bangsa dan negara.

Perempuan yang sudah menghabiskan waktu dan tenaga menjadi garda terdepan melawan virus ganas covid-19 yang melanda seluruh penjuru dunia. Di negeri ini,  dokter Jeanne tercatat sebagai perempuan yang penuh teguh mengabdi dan berbakti bagi pekerjaannya.

Dalam kesendiriannya dokter Jeanne tersenyum sesaat sebelum kembali berpulang menghadap sang Khalik. Tentu saja, Ibu Pertiwi akan juga tersenyum menyambut putri kebanggaannya di surga.

Catatan langkah dokter Jeanne akan selalu dikenang. Senyum, keringat dan air mata tak terhitung yang telah dicurahkannya bagi negeri yang sangat dicintainya, Indonesia. Kisah perjalanan hidupnya adalah catatan sejarah baru tentang seorang perempuan tangguh, pengasih dan penyayang sesamanya. Seperti halnya Kartini, dokter Jeanne adalah juga Kartini kita. Kartini masa kini.

(Dikutip dari berbagai sumber)



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
1 Comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com