bar-merah

Kenal dengan halo effect?

Ilustrasi. (Image:unsplash.com)

ZONAUTARA.com – Mungkin kita banyak yang familiar dengan istilah first impression, yaitu pandangan atau kesan pertama pada orang yang baru kita kenal atau jumpai. First impression ini berkaitan dengan halo effect yang merupakan fenomena sosial dalam ilmu psikologi.

Halo effect merupakan salah satu jenis dari bias kognitif dalam ilmu psikologi, yaitu terjadi ketika first impression atau kesan pertama kita terhadap seseorang dapat mempengaruhi bagaimana kita merasakan, berfikir, atau berpandangan terhadap orang yang bersangkutan secara keseluruhan.

Halo effect ini memiliki hubungan erat dengan asumsi atau bias sosial dari lingkungan kita. Biasanya halo effect hanya berasosiasi dengan apapun yang terlihat dengan mata dan kemudian mempengaruhi pandangan kita secara keseluruhan terhadap seseorang meskipun tidak ada bentuk interaksi sosial terlebih dahulu sama sekali.

Munculnya halo effect dapat berupa asumsi pribadi yang tidak seharusnya, seperti dengan mudah ‘memberi label’ pada orang yang belum kita kenal sama sekali dan hanya didasarkan pada apa yang terlihat di mata. Misalnya ‘jelas sekali dia perempuan tidak benar. Tuh! Buktinya tiap hari dia selalu pulang kemalaman’, ‘wah pasti dia bukan suami pencari nafkah. Pagi-pagi bukannya kerja kok malah jemuran baju’, dan lain sebagainya.

Halo effect ini pastinya sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Bias kognitif seperti ini sebenarnya adalah wajar. Karena manusia memang terlahir memiliki kecenderungan akan keyakinan moral atau sosialnya sendiri. Tapi hati-hati, halo effect seperti ini bisa menjadi ‘bibit’ dari pola pikir yang salah dan tidak open minded.

Maka dari itu, belajarlah menjadi pribadi yang open minded dengan menghargai sesama karena setiap individu adalah unik dan berbeda. Dan dengan kita menghargainya adalah tindakan yang bijaksana untuk dapat hidup bermasyarakat.

Tidak salah untuk membiarkan diri membuat asumsi terhadap orang lain, namun yang salah ketika seolah pemikiran kita adalah akurat dengan realita orang yang bersangkutan. Padahal realitanya kita tidak mengetahui apapun terkait kehidupan orang lain. Apalagi jika asumsi ini malah diperbincangkan dan menjadi topik gosip.

Itulah kenapa kita perlu memiliki batas-batas diri dan berefleksi dengan memposisikan diri sendiri sebagai orang yang kita asumsikan macam-macam. Jelas bahwa kita tidak akan rela bila ada orang lain yang menilai, melabeli, atau menganggap rendah diri kita dengan observasi melalui apa yang terlihat saja.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com