ZONAUTARA.COM – Covid-19 Varian Delta hingga kini masih menjadi alasan melonjaknya kasus di beberapa negara, meski telah banyak negara yang telah melakukan vaksinasi diatas 50%.
Tak terkecuali Amerika Serikat, varian Delta mengharuskan pemerintah kembali membuat kebijakan pengetatan pembatasan. Untungnya, total kasus kematian jauh lebih rendah daripada gelombang sebelumnya.
Sedangkan beberapa negara lain di Eropa sudah mulai menampakkan tanda-tanda kembali ke kehidupan normal.
Salah satunya Norwegia, berdasarkan data yang dirilis oleh Bloomberg, Norwegia hampir selesai memvaksinasi seluruh warganya, di sisi lain juga tingkat kematian yang rendah.
Bloomberg yang merilis beberapa negara terbaik dan terburuk dalam mengatasi wabah Corona.
Seperti Swiss, yang sementara menduduki posisi kedua, dan Selandia Baru di posisi ketiga. Keduanya dinilai memiliki data transparan COVID-19, kualitas layanan kesehatan yang baik hingga angka kematian Corona berhasil ditekan.
Sayangnya, Indonesia dinilai Bloomberg menjadi negara terburuk ketahanan COVID-19. Mereka menyoroti lebih dari 1.300 orang yang wafat setiap harinya karena Corona, sementara cakupan vaksinasi masih rendah sekitar 11,9 persen.
“Ini adalah kebingungan yang dihadapi oleh tempat-tempat berperingkat rendah lainnya seperti Malaysia, Filipina, dan Bangladesh, memperkuat kesenjangan kaya-miskin, seperti apa yang disebut kepala Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus, disebut sebagai ‘kegagalan moral bencana’ dalam akses vaksin,” demikian laporan Bloomberg Rabu (28/7).
Pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia Dicky Budiman baru-baru ini juga menilai krisis COVID-19 di Indonesia akan bertahan lebih lama dengan COVID-19 varian Delta yang terus mendominasi. Akibatnya, Indonesia dinilai menjadi salah satu negara terakhir yang akan keluar dari krisis pandemi Corona.
Hal tersebut menurutnya juga didorong kebijakan atau strategi pengendalian COVID-19 di awal wabah yang dinilai lamban lantaran tidak kunjung memprioritaskan persoalan kesehatan.
“Fokus kita di awal itu ketika kita bisa memilih antara ekonomi, kesehatan, dan politik, kita nggak milih kesehatan, kita milihnya bareng-bareng semua, itu saat itu padahal kita masih punya pilihan,” jelas dia, Kamis (29/7).
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi tidak mau banyak komentar terkait penilaian yang dilontarkan. Ia memastikan pemerintah masih akan mengupayakan sejumlah strategi dalam penanganan pandemi COVID-19 termasuk percepatan vaksinasi.
“Masih banyak yang bisa kita lakukan,” tandasnya.