Lambatnya penentuan tarif cukai rokok, Faisal Basri: lobi rokok luar biasa

Kontributor
Penulis Kontributor
Sumber : Freepik



ZONAUTARA.COM — Dalam webinar Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), yang berlangsung Kamis (02/09/2021), Faisal Basri, seorang Ekonom senior, alumni Universitas Indonesia (UI), mencium ada lobi-lobi politik pada proses penetapan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT), yang dilakukan perusahaan rokok ke beberapa Menteri, dan Lingkaran istana, tak terkecuali anggota DPR.

Faisal mengendus hal tersebut lantaran alotnya penetapan target penerimaan cukai rokok 2022. Hingga saat ini tarif cukai rokok tak kunjung selesai. Padahal, target pajak instrumen lain telah selesai ditetapkan.

“Ada tekanan-tekanan politik, ini kan satu-satunya target penerimaan negara yang belum ditetapkan secara definitif adalah cukai rokok 2022. Target penerimaan lain sudah, cukai rokok yang belum, menunggu digolkan dulu. Jadi jangan sepenuhnya menyalahkan Kemenkeu (Kementerian Keuangan), karena ini lobi rokok luar biasa,” ungkapnya.

Menurut Faisal, ada oknum pengusaha yang meminta mantan pejabat negara untuk melobi penguasa saat ini untuk membuat peta jalan kebijakan yang menguntungkan pabrik rokok.

Dia mengaku gundah, mengetahui keputusan terkait peta jalan simplikasi CHT akan diputuskan oleh salah seorang menteri, yang punya hubungan dekat dengan pengusaha rokok. Berbagai celah, menurutnya, dimanfaatkan penguasa untuk memberi keuntungan pada pelaku usaha.

Faisal menyebut, di lingkaran istana, ada yang kerap pasang badan melindungi kepentingan perusahaan rokok.

“Jangan lupa melihat perspektif ekonomi politik dari rokok, belum lagi rokok sangat dekat dengan istana. Sangat dekat dengan pabrik rokok. Kalau ada apa-apa diserang, ada yang pasang badan,” ujar Faisal.

Faisal meminta agar pemerintah tidak menggantungkan penerimaan negara dari cukai, termasuk cukai rokok, meskipun menggiurkan. Ia menyebut, dari berbagai instrumen pajak, hanya cukai saja yang konsisten naik sejak 2019.

Pada 2020 misalnya, penerimaan dari cukai naik Rp4 triliun dari tahun sebelumnya, menjadi Rp176 triliun. Kemudian pada 2021 diproyeksikan bertumbuh lagi menjadi Rp182 triliun. Sedangkan pada 2022, pemerintah menargetkan penerimaan cukai kembali naik menjadi Rp204 triliun.

Faisal menilai Indonesia harus belajar dari Ethiopia, Moldova, dan China, yang tidak mengandalkan cukai sebagai penerimaan negara.

“Enggak boleh lah nyawa manusia ini, masyaallah masa kita kalah sama Ethiopia yang lebih miskin, tapi tidak mau mengandalkan penerimaan dari rokok,” ucap Faisal.

Ia mengusulkan agar cukai rokok dikerek ekstrem hingga 50 persen, guna menekan jumlah perokok. Pasalnya, kebijakan harga masih menjadi faktor pertimbangan utama perokok di Indonesia.

Meski begitu, menurutnya, kebijakan ekstrem tidak mungkin diambil karena pengaruh oligarki di pemerintahan.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Leave a comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com