bar-merah

ASEAN siap beralih ke mata uang domestik, kurangi ketergantungan pada Dolar AS

dolar
Ilustrasi Dolar AS (Foto: Pixabay.com)

ZONAUTARA.com – Kecenderungan untuk meninggalkan dolar AS sebagai alat transaksi semakin menyebar ke negara-negara ASEAN. Keputusan ini sejalan dengan beberapa negara di berbagai kawasan yang lebih memprioritaskan penggunaan mata uang domestik untuk transaksi bilateral.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi menyampaikan bahwa Indonesia berupaya mewujudkan tema kepemimpinannya di ASEAN, yaitu “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”.

“Dalam tiga bulan terakhir, beberapa prioritas sedang dibahas untuk pilar Epicentrum of Growth,” katanya pada hari Rabu (5/4/2023), di Jakarta.

Salah satu bentuk upaya tersebut adalah memperkuat stabilitas keuangan di kawasan melalui penggunaan mata uang negara ASEAN dalam transaksi perdagangan dan mekanisme pembayaran yang terhubung di kawasan ASEAN.

“Selama pertemuan Menteri Keuangan dan Bank Sentral ASEAN, komitmen negara-negara ASEAN disepakati untuk menggunakan mata uang lokal serta meningkatkan konektivitas mekanisme pembayaran (regional payment connectivity) demi memperkuat stabilitas keuangan di kawasan,” jelasnya.

Dengan pernyataan Retno, anggota ASEAN tidak lagi memprioritaskan penggunaan dolar AS dan mata uang negara lain di luar kawasan. Pengumuman ini disampaikan hampir sebulan setelah Presiden Joko Widodo memperingatkan tentang potensi bahaya menggunakan alat pengolah transaksi yang disediakan negara di luar kawasan.

Presiden mengingatkan bahwa sanksi yang diterima Rusia dan beberapa negara lainnya terkait dengan penggunaan mata uang dan alat pembayaran asing. Dana ratusan miliar dolar AS milik Rusia dan banyak negara lain tidak dapat diakses karena rekening mereka dibekukan oleh AS dan sekutunya.

Diskusi tentang pengurangan dolar AS berlangsung selama pertemuan Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN di Bali pada 31 Maret 2023. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa penggunaan mata uang domestik ASEAN merupakan bagian dari antisipasi terhadap risiko krisis. Saat ini, risiko krisis keuangan dan ekonomi global terus meningkat.

“Inisiatif diversifikasi mata uang ini penting untuk menjaga ketahanan, mendorong ekspor, investasi, serta memperkuat keseimbangan dan cadangan devisa,” ujarnya setelah pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN.

Bank sentral di negara-negara ASEAN sedang mengembangkan mekanisme pengolahan transaksi yang menggunakan mata uang domestik. Selain itu, bank-bank sentral ASEAN juga terus memperluas penggunaan kode reaksi cepat (QRIS) sebagai alat pembayaran.

Kode QRIS di Indonesia sedang diuji coba untuk dihubungkan dengan bank di Malaysia, Singapura, dan Filipina. Bank Indonesia telah menyepakati kerjasama dengan Bank of Thailand, dan rencananya akan diperluas ke Vietnam, Kamboja, Laos, dan Brunei Darussalam.

Dominasi Dolar AS terus turun

Dalam laporan akhir Maret 2023, Financial Times menyoroti era multivalas sebagai alat transaksi global. Selama beberapa dekade, dolar AS mendominasi daftar alat transaksi global. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, mata uang negara lain terus meningkatkan porsi mereka sebagai alat pembayaran untuk transaksi internasional.

Pada pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping di Moskwa bulan lalu, Rusia setuju untuk menggunakan yuan sebagai alat pembayaran transaksinya dengan Asia dan Afrika. Brasil dan Prancis juga menerima sebagian transaksi ekspor energi mereka dalam yuan.

Centre for Economic Policy Research menyatakan bahwa penggunaan dolar AS sebagai alat pembayaran internasional terus menurun. Pada tahun 1999, 79% transaksi global dibayar dalam dolar AS, sedangkan pada tahun 2022, hanya 59% transaksi global dibayar dalam dolar AS. Sementara itu, penggunaan yuan dan euro terus meningkat.

Kondisi ekonomi AS dan serangkaian sanksi AS terhadap sejumlah negara menjadi alasan pengurangan porsi dolar AS. Apalagi, perbankan AS saat ini menghadapi krisis. Berbagai studi menunjukkan bahwa ada simpanan bernilai triliunan dolar AS yang bisa hilang di ribuan bank AS karena simpanan tersebut tidak terjamin. Kehilangan uang sebanyak itu bisa menyulitkan perekonomian warga pemilik simpanan.

Rusia bukan satu-satunya produsen minyak besar yang mengurangi penggunaan dolar AS. Arab Saudi juga sedang menjajaki sebagian ekspor energinya dibayar dengan yuan. Iran bahkan sudah lebih dulu sepakat untuk menggunakan yuan.

Pengurangan dolar AS dalam transaksi minyak bisa berdampak serius, karena minyak dan gas bumi merupakan salah satu komoditas utama yang menopang transaksi dolar AS. Sementara itu, Arab Saudi, Rusia, dan Iran merupakan produsen utama minyak global, dan China bersama India merupakan konsumen utama energi global.

Financial Times melaporkan bahwa beberapa ekonom mengingatkan tentang masalah penggunaan yuan. Hingga saat ini, nilai yuan sepenuhnya dikendalikan oleh Pemerintah China, sementara nilai dolar AS, euro, dan mata uang negara lain diserahkan kepada pasar.

Selain itu, jaringan pengolah transaksi dolar AS jauh lebih luas dibandingkan dengan pengolah transaksi valas lainnya. Pasar belum menemukan mekanisme transaksi yang sebanding dengan kekuatan pengolah dolar AS.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com