TikTok mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya sedang dalam pembicaraan tahap awal dengan pihak berwenang untuk mendapatkan lisensi pembayaran di Indonesia.
Jika diperoleh, lisensi itu akan memajukan ambisi e-commerce platform itu di sebuah pasar utama pada saat berlangsungnya pengawasan intensif atas eksistensinya di AS dan di negara-negara lain.
Berita tersebut muncul menyusul pengumuman CEO TikTok Shou Zi Chew pada bulan Juni bahwa platform video pendek itu akan menginvestasikan miliaran dolar di Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara.
Â
Dua sumber yang mengetahui rencana tersebut mengatakan TikTok, yang dimiliki oleh raksasa teknologi China ByteDance, sedang berdiskusi dengan bank sentral Indonesia dan bahwa aplikasi tersebut tampaknya mendapat dukungan.
Seorang juru bicara TikTok mengonfirmasi pada hari Jumat (4/8) bahwa pembicaraan sedang berlangsung, menambahkan bahwa lisensi pembayaran itu akan mempermudah pencipta dan penjual konten di Indonesia menjalankan transaksi di platform tersebut.
Kedua sumber itu menolak untuk diidentifikasi karena negosiasinya bersifat rahasia. Perwakilan bank sentral, Bank Indonesia, tidak menanggapi permintaan komentar.
Lisensi pembayaran akan memungkinkan TikTok mendapatkan keuntungan dari biaya transaksi dan menempatkannya lebih langsung dalam persaingan dengan raksasa-raksasa e-commerce Asia Tenggara lainnya, seperti Shopee dan Lazada. Shopee adalah anak perusahaan Singapura, Sea Limited, sementara Lazada dimiliki Alibaba.
TikTok memiliki 125 juta pengguna Indonesia per bulannya setara dengan angka penggunanya untuk Eropa dan tidak terlalu jauh di belakang AS yang memiliki 150 juta.
Douyin, mitra China untuk TikTok yang juga dimiliki oleh ByteDance, memperoleh lisensi pembayaran China pada tahun 2020. Tidak jelas apakah TikTok telah memperoleh lisensi pembayaran di negara-negara lain di dunia. ByteDance dan TikTok tidak segera menanggapi permintaan komentar tentang lisensi pembayaran itu.
Â
Menurut data dari perusahaan konsultan Momentum Works, Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta, menyumbang transaksi e-commerce senilai hampir $52 miliar tahun lalu. Dari jumlah itu, lima persen terjadi di TikTok, terutama melalui streaming langsung, katanya.
TikTok berencana meluncurkan platform e-commerce untuk menjual barang-barang buatan China di Amerika Serikat bulan ini. TikTok sebelumnya mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya tidak berencana untuk meluncurkan layanan tersebut di Indonesia, di mana para pejabat tingginya telah menyatakan kekhawatiran bahwa negara tersebut dapat dibanjiri barang-barang impor China.
TikTok menghadapi kekhawatiran yang semakin besar di AS terkait dugaan adanya pengaruh pemerintah China terhadapnya. Gedung Putih dan banyak pemerintah negara bagian AS telah melarang penggunaannya pada perangkat pemerintah dan negara bagian Montana berencana untuk melarangnya mulai tahun depan.
Perusahaan itu bersikeras menyatakan tidak pernah dan tidak akan membagikan data pengguna AS dengan pemerintah China, dan telah mengambil tindakan substansial untuk melindungi privasi dan keamanan para pengguna TikTok.
Australia dan Kanada juga telah melarang penggunaan TikTok di perangkat pemerintah. [ab/uh]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia