Oleh: Nugroho Adi Sasongko, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
ZONAUTARA.com – Produsen nikel terbesar di dunia harus mengelola strategi perdagangan globalnya sambil mengatasi kekhawatiran lingkungan di dalam negeri.
Kebijakan pemerintah Indonesia untuk melarang ekspor bijih nikel mentah mulai Januari 2020 merupakan perubahan besar, mendorong investasi signifikan dalam industri pengolahan hilir.
Industri ini sekarang dipandang sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor pertambangan berkontribusi 9,2 persen terhadap PDB pada tahun 2022, naik dari 4,3 persen pada tahun 2020, dengan nikel memainkan peran besar dalam peningkatan tersebut.
Pemerintah telah secara agresif mempromosikan kegiatan pengolahan hilir sebagai cara untuk menambah nilai domestik dan meningkatkan pendapatan ekspor.
Dampak ekonomi dari inisiatif ini sangat besar. Strategi ini telah mengarah pada investasi signifikan dalam pabrik pengolahan dan infrastruktur terkait, menciptakan lapangan kerja, merangsang ekonomi lokal, dan meningkatkan pendapatan ekspor.
Kekayaan nikel Indonesia
Indonesia adalah rumah bagi cadangan nikel terbesar di dunia, yang menyumbang hampir 30 persen dari pasokan global dan merupakan produsen nikel terbesar di dunia.
Hal ini membawa tantangan dalam memanfaatkan peluang industri sambil menghadapi ketidakpastian geopolitik saat negara-negara bersaing untuk mengamankan sumber daya yang mereka butuhkan untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih.
Transisi global ke energi hijau telah memperkuat permintaan nikel. Cadangan kaya Indonesia memberikan peluang unik untuk menjadi pemasok utama mineral kritis ini yang penting untuk mendukung perkembangan teknologi maju dan infrastruktur, termasuk baterai lithium-ion yang menggerakkan kendaraan listrik.
Di beberapa daerah tempat operasi pertambangan berlokasi, memang telah terjadi peningkatan besar dalam pertumbuhan ekonomi dan banyak peluang kerja bagi penduduk lokal maupun pendatang.
Namun, meskipun ada keuntungan ekonomi, dampak lingkungan dari pertambangan nikel tidak bisa diabaikan. Operasi penambangan skala besar seringkali mengakibatkan deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, serta pencemaran tanah dan air. Secara khusus, pembuangan tailing atau limbah penambangan, menimbulkan risiko signifikan bagi ekosistem laut jika tidak dikelola dengan baik.
Dampak negatif pertambangan nikel
Di Sulawesi dan Maluku, yang merupakan rumah bagi beberapa tambang nikel terbesar di Indonesia, masyarakat lokal telah melaporkan efek buruk terhadap kesehatan mereka (termasuk penyakit kulit) dan mata pencaharian akibat aktivitas penambangan, peningkatan ekotoksisitas, kerusakan keanekaragaman hayati di darat dan laut, serta tanah yang dijual tanpa persetujuan mereka.
Banyak perusahaan tambang beroperasi dengan menggunakan energi fosil dalam skala besar, menyebabkan polusi udara yang luar biasa. Selain itu, penghancuran hutan hujan untuk tujuan penambangan merusak upaya global untuk memerangi perubahan iklim.
Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia bisa memberlakukan regulasi lingkungan yang lebih ketat dan mengadopsi praktik penambangan berkelanjutan. Ini termasuk menerapkan teknologi canggih untuk meminimalkan limbah, merehabilitasi lahan yang telah ditambang, dan melakukan penilaian dampak lingkungan secara berkala. Selain itu, melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan dapat memastikan bahwa hak dan kesejahteraan mereka terlindungi.
Ketegangan geopolitik
Keamanan energi adalah aspek penting lain yang terkait dengan industri nikel. Posisi strategis Indonesia di pasar nikel global dapat meningkatkan keamanan energinya, tetapi juga membuat negara ini rentan terhadap ketegangan geopolitik.
Sengketa perdagangan yang sedang berlangsung dan perubahan aliansi di arena global dapat mempengaruhi pasar ekspor Indonesia. Uni Eropa dan Amerika Serikat — konsumen nikel yang signifikan — memiliki regulasi lingkungan dan perdagangan yang ketat. Menyesuaikan praktik Indonesia dengan standar ini sangat penting untuk mempertahankan dan memperluas akses pasar.
Industri nikel Indonesia tidak terlindungi dari risiko geopolitik. Perlombaan global untuk mengendalikan mineral kritis telah meningkat, dengan ekonomi besar seperti Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa bersaing untuk mengamankan rantai pasokan yang aman. Persaingan ini bisa berdampak luas bagi Indonesia dalam hal hubungan diplomatik, kerja sama ekonomi, dan pasar ekspor.
Keputusan Indonesia untuk melarang ekspor bijih nikel mentah memicu perselisihan dengan mitra dagang. Uni Eropa telah menantang pembatasan ekspor Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia.
Pertempuran hukum ini menambah lapisan kompleksitas lain pada upaya Indonesia untuk memaksimalkan sumber daya nikelnya. Dan meskipun investasi besar China dalam proyek-proyek nikel Indonesia membawa modal dan teknologi, hal ini juga menciptakan ketergantungan yang bisa menjadi masalah di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik antara China dan Barat.
Indonesia harus menavigasi dinamika ini dengan hati-hati untuk menghindari terjebak dalam perselisihan perdagangan global dan persaingan strategis.
Untuk memastikan bahwa industri nikel tetap menjadi pilar kuat pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian ini, Indonesia akan mendapatkan manfaat dari mengadopsi strategi multifaset.
Pertama, dengan mendiversifikasi kemitraan perdagangannya. Dengan memperluas jaringan pembeli di luar China, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan dan mengurangi risiko terkait dengan ketegangan geopolitik.
Kedua, dengan meningkatkan nilai domestik melalui investasi berkelanjutan dalam kegiatan pengolahan hilir. Pendekatan ini juga sejalan dengan tujuan industrialisasi dan diversifikasi ekonomi pemerintah yang lebih luas.
Indonesia akan mendapatkan manfaat dari memprioritaskan praktik penambangan berkelanjutan untuk mengatasi masalah lingkungan dan memenuhi standar internasional.
Mengadopsi teknologi canggih dan memberlakukan regulasi lingkungan yang ketat tidak hanya akan melindungi ekosistem tetapi juga meningkatkan reputasi Indonesia sebagai pemasok mineral kritis yang bertanggung jawab dan andal.
Kemitraan publik-swasta dapat memainkan peran penting dalam pendanaan dan pelaksanaan proyek penambangan berkelanjutan. Selain itu, mendorong inovasi dalam daur ulang dan penggunaan kembali nikel dapat mengurangi dampak lingkungan dan menciptakan peluang ekonomi baru.
Indonesia berada di momen krusial di mana industri nikelnya memiliki potensi besar untuk pembangunan ekonomi dan kepemimpinan global dalam transisi energi hijau.
Dengan mengadopsi praktik berkelanjutan dan perencanaan strategis, Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dan muncul sebagai model pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab di abad ke-21.
Keputusan yang dibuat hari ini akan membentuk jalur industri nikelnya dan, dengan ekstensi, masa depan ekonominya. Dengan perencanaan yang hati-hati dan tindakan strategis, Indonesia dapat mengubah kekayaan nikelnya menjadi kesejahteraan yang bertahan lama, bahkan di tengah kompleksitas tatanan global yang berubah.
Dr Nugroho Adi Sasongko adalah Direktur di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Artikel ini sebelumnya diterbitkan di bawah Creative Commons oleh 360infoâ„¢.