ZONAUTARA.com – Sempat bimbang sejenak akan jalur yang ditempuh, akhirnya intuisi yang mengambil alih. Suara-suara dalam kepala membelokkan saya ke jalur kanan di Tugu Tani Isimu. Itu artinya lewat jalur selatan.
Dari sini perjalanan akan ditempuh dengan melewati Limboto dan Kota Gorontalo lalu belok kiri menuju pelabuhan dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam.
Kondisi lalulintas yang tak begitu padat membuat saya bisa menyalip kendaraan sesuka hati. Alhasil, waktu perjalananan terpangkas setengah.
Cuaca panas menyengat, hawa kering dan debu jalanan yang beterbangan jadi makanan sehari-hari di kawasan Pelabuhan Gorontalo. Selain helm, kacamata dan masker adalah hal wajib saat melewati daerah ini.
Dari pelabuhan Gorontalo hingga wilayah Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), pemandangan laut akan tersaji di sebelah kanan serta gunung dan tebing di sebelah kiri. Hadirnya beberapa view menawan menjadi oase di bawah kejamnya matahari.
Posisi yang acap kali menghadap laut, membuat saya tak berhenti berdecak kagum. Betapa indah dan kayanya laut di jalur selatan. Maka tak mengherankan bila pariwisata menjadi sektor vital di daerah-daerah sepanjang pantai selatan.
Bone Bolango punya objek wisata unggulan yakni wisata hiu paus di Botubarani. Tentu objek wisata ini hanya salah satu dari sekian banyak destinasi di daerah tersebut. Bolsel juga demikian. Banyak destinasi yang bisa dituju, salah satunya wisata mangrove Trans Pato’a.

Kedua contoh objek wisata di atas sama-sama mengandalkan laut selatan dan kekayaan hayati di dalamnya sebagai variabel utama.
Medan yang ditempuh kini makin berliku, membuat saya senantiasa fokus di tiap tikungan. Cornering harus selalu pas. Tipsnya sederhana, selalu ambil garis terluar sebagai patokan. Bila menikung ke kiri, jadikan garis tengah sebagai patokan. Bila menikung ke kanan, jadikan garis di tepi kiri sebagai patokan.
Bagi pengguna sepeda motor dengan transmisi manual juga dapat memaksimalkan engine brake . Hal ini bertujuan untuk menjaga kontrol sekaligus meningkatkan efektivitas pengereman.
Berbekal pengetahuan dasar berkendara yang telah dilatih sejak lama membuat saya nyaman melibas berbagai trek di jalur selatan. Hanya butuh satu jam untuk tiba di perbatasan Gorontalo – Sulawesi Utara.
Melewati perbatasan, langit sedang tidak baik-baik saja. Cuaca yang semula terik berganti mendung secara tiba-tiba. Langit jadi monokrom. Yang tadinya biru – putih berubah abu-abu gelap. Situasi di depan sudah dapat diterka. Dari arah gunung terdengar gelegar. Tinggal menunggu waktu.
Lagi-lagi pengalaman yang berbicara. Tak ada kepanikan meski sedang di tengah rimba dan tak membawa jas hujan. Pilihannya hanya satu, melaju hingga berhenti di mana hujan sedang deras.
Gerimis mulai turun. Aroma aspal basah tercium. Di dekat gerbang menuju objek wisata Trans Pato’a saya terpaksa berteduh lantaran hujan semakin menjadi-jadi. Langit seakan ingin memuntahkan segala kemarahannya pada bumi, tempat di mana segala macam dosa terjadi.
Hujan reda dalam waktu satu jam. Jalanan masih basah, saya bergegas berangkat. Perjalanan masih jauh. 30 menit kemudian saat adzan Magrib berkumandang, alun-alun Molibagu mulai nampak tapi tak ada pilihan selain melanjutkan perjalanan.

Di Indonesia yang merupakan negara tropis, hujan masih terus terjadi pada bulan April. Berbeda dengan negara subtropis di belahan bumi utara, April adalah musim semi. Di sana bunga-bunga bermekaran. Sedang di sini, bunga-bunga kuyup dan perlahan layu.
Dingin dan malam menyergap di waktu bersamaan. Tak ada penangkal selain ingatan bahwa dulu, kira-kira sembilan tahun lalu, bunga-bunga itu pernah mekar di sepanjang Molibagu – Kotamobagu.
Jarak pandang terbatas dan jalan yang membelah hutan belantara adalah kondisi mengerikan selepas hujan, apalagi peristiwa banjir dan tanah longsor di jalur penghubung Molibagu – Dumoga sekitar lima tahun lalu masih lekat di kepala. Kewaspadaan meningkat sebab esensi dari perjalanan adalah kembali pulang dengan selamat.
Satu setengah jam kemudian, Kotamobagu di depan mata. Kilau lampu kota menari-nari di atas aspal yang belum sepenuhnya kering. Saya tiba dengan kondisi setengah basah sambil membawa setumpuk keyakinan bahwa musim semi pernah terjadi di sini.