Kabar baik di tahun 2025: Status keterancaman 18 spesies burung di Indonesia menurun

Status burung di Indonesia menggambarkan kondisi terkini keanekaragaman hayati dan tingkat keterancaman burung di tanah air.

Redaksi ZU
Penulis: Redaksi ZU
Editor: Ronny Adolof Buol
Pecuk-ular asia, salah satu spesies burung Pecuk ular merupakan jenis burung pemakan ikan yang memiliki habitat di pada genangan air luas, danau, sungai besar. (Sumber info Wikipedia)

ZONAUTARA.com – Di tahun 2024, Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (BirdLife Indonesia Association) atau Burung Indonesia resmi mencatat 1.835 spesies burung di Indonesia yang tersebar di tujuh wilayah avifauna.

Sementara untuk distribusi spesies burung tersebut meliputi Sumatera (633 spesies dengan 56 di antaranya merupakan spesies endemis), Jawa dan Bali (517 spesies, dengan jumlah endemis mencapai 80 spesies), Kalimantan (564 spesies, enam di antaranya tergolong endemis), Sulawesi (464 spesies, dengan angka endemisitas sangat tinggi yaitu 168 spesies), Nusa Tenggara (590 spesies, 108 di antaranya endemis), Maluku (435 spesies, termasuk 126 spesies endemis), Papua (707 spesies, dengan 71 spesies yang hanya dapat ditemukan di wilayah ini).

Data ini menunjukkan begitu kayanya biodiversitas Indonesia untuk dunia burung, meski berkurang satu spesies dari tahun sebelumnya yang mencatat angka 1.836.

Hal ini disebabkan oleh penghapusan kapinis kecil (Apus affinis) dari daftar spesies burung Indonesia. Spesies ini dianggap tidak lagi memiliki sebaran alami di wilayah Indonesia.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2024 tidak ditemukan spesies burung baru, baik melalui eksplorasi lapangan maupun dari publikasi ilmiah terbaru.



Perubahan taksonomi: Kapinis kecil dan kapinis rumah

Salah satu pembaruan penting dalam taksonomi burung adalah pemisahan kapinis kecil (Apus affinis) dari kapinis rumah (Apus nipalensis).

Penelitian Päckert et al. (2012) membuktikan bahwa kedua burung tersebut merupakan spesies yang berbeda, berdasarkan perbedaan morfologi, perilaku, dan analisis genetik.

Dari total 1.835 spesies, sekitar 85% (1.559 spesies) merupakan burung residen atau yang menetap di Indonesia. Sisanya, sekitar 15% (276 spesies) merupakan burung migran yang datang mengikuti Jalur Terbang Asia Timur-Australasia (East Asian-Australasian Flyway).

Dinamika status konservasi berdasarkan IUCN

Menurut Conservation Partnership Adviser Burung Indonesia, Ria Saryanthi, terdapat pembaruan pada status keterancaman spesies burung di tahun 2024 yang merujuk pada evaluasi terbaru Daftar Merah IUCN oleh BirdLife International.

Dari 30 spesies burung, 18 spesies mengalami penurunan status keterancaman (kondisi membaik), sedangkan 12 spesies mengalami peningkatan status keterancaman (kondisi konservasi memburuk).

Kabar baik di tahun 2025: Status keterancaman 18 spesies burung di Indonesia menurun

Dari 18 spesies yang mengalami status membaik, hanya dua spesies yang mengalami perubahan status yang benar-benar mencerminkan perbaikan kondisi nyata di alam (genuine change). Kedua spesies tersebut adalah pecuk-ular asia (Anhinga melanogaster) dan ibis cucuk-besi (Threskiornis melanocephalus).

Keduanya sebelumnya berada dalam kategori Mendekati Terancam Punah (Near Threatened) sejak tahun 2004, namun pada tahun 2024, keduanya telah turun ke status Risiko Rendah (Least Concern). Penurunan status ini didasarkan pada peningkatan jumlah populasi dan membaiknya habitat alami kedua spesies tersebut.

Alasan turunnya status 16 spesies burung

Sementara itu, penurunan status keterancaman pada 16 spesies burung lainnya disebabkan oleh
ketersediaan data atau informasi baru.

Contohnya, poksai kuda (Garrulax rufifrons) yang sejak 2013 dikategorikan sebagai Kritis (Critically Endangered). Setelah Burung Indonesia meninjau ulang, ternyata spesies ini dapat dijumpai secara reguler di 14 lokasi yang tersebar di enam area hutan pegunungan di Jawa.

Kini, status keterancaman poksai kuda turun menjadi Genting (Endangered). Sama halnya dengan celepuk banggai dan walik banggai. Sejak 2014, keduanya masuk dalam kategori Rentan (Vulnerable).

Namun, setelah Burung Indonesia meninjau ulang pada 2022, keduanya masih umum ditemukan di Pulau Peling, Banggai Kepulauan. Mereka mendiami berbagai tipe habitat, termasuk hutan primer, hutan sekunder, hutan kota, dan sistem agroforestri di seluruh zona elevasi pulau tersebut.

Kini, status keterancaman walik banggai turun menjadi Mendekati Terancam Punah (Near Threatened).

Sebaliknya, dari 12 spesies yang mengalami peningkatan kategori keterancaman, sebelas di antaranya mencerminkan perubahaan sebenarnya. Salah satu contohnya adalah mentok rimba (Asacornis scutulata) yang berstatus Kritis (Critically Endangered).

Ancaman utama naiknya status

Ancaman utama antara lain konversi hutan rawa dataran rendah menjadi perkebunan, degradasi habitat akibat pengelolaan hutan yang tidak tepat, perburuan liar, dan pengambilan telur.

Selain mentok rimba, delapan spesies burung pantai juga mengalami peningkatan kategori keterancaman.

Spesies-spesies tersebut adalah burung migran yang bergantung pada jaringan lahan basah sepanjang Jalur Terbang Asia Timur-Australasia.

Peningkatan status mereka sebagian besar disebabkan oleh hilangnya habitat penting akibat reklamasi pesisir, konversi lahan skala besar, dan gangguan manusia selama fase migrasi dan overwintering.

Hingga akhir tahun 2024, tidak ada perubahan besar dalam jumlah spesies burung endemis di
Indonesia. Jumlahnya masih sama seperti tahun sebelumnya, 542 spesies.

Namun, jika dihitung dalam lima tahun terakhir, terdapat penambahan 30 spesies baru. Lebih dari separuh merupakan hasil dari proses pemisahan taksonomi.

Salah satu contohnya adalah burung kacamata biasa (Zosterops palpebrosus) yang sebelumnya dianggap tersebar luas dari Asia Selatan hingga Indonesia.

Kabar baik di tahun 2025: Status keterancaman 18 spesies burung di Indonesia menurun

Berdasarkan catatan selama tahun 2024, persebaran burung endemis tidak merata. Sebagian besar mereka ditemukan di wilayah Wallacea yang mencakup Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara.

Ada tiga kelompok burung yang menyumbang sekitar 75% dari total burung endemis Indonesia.

Mereka terdiri dari Passeriformes (burung kicau: 326 spesies), Columbiformes (burung dara, merpati, dan uncal: 42 spesies), dan Psittaciformes (burung paruh bengkok: 41 spesies). Kebanyakan mereka hidup di habitat hutan, baik hutan dataran rendah maupun pegunungan.

Oleh karena itu, hilangnya hutan alami dapat berdampak langsung terhadap keberadaan burung endemis yang mempunyai sebaran geografis sangat terbatas.

“Status burung di Indonesia Tahun 2025 menggambarkan kondisi terkini keanekaragaman hayati dan tingkat keterancaman burung di tanah air. Sejumlah spesies mengalami peningkatan risiko kepunahan akibat tekanan terhadap habitat, perburuan, serta faktor-faktor lainnya. Meski begitu, ada pula spesies yang menunjukkan perbaikan status berkat perlindungan dan pemantauan yang berkelanjutan. Hal ini membuktikan bahwa langkah-langkah konservasi dapat memberikan dampak positif,” kata Ria Saryanthi.

Leave a Comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com