ZONAUTARA.com – Pagi itu, 10 Mei 2025, saya tiba di Kota Manado, Sulawesi Utara. Menempuh perjalanan sekitar 4 jam dari Kota Kotamobagu, tempat kelahiran saya.
Ditugaskan sebagai reporter muda yang baru saja ditempatkan di kota ini, saya merasa segalanya masih terasa baru. Datang membawa semangat kerja yang besar, namun tak bisa dipungkiri, adaptasi masih menjadi proses yang sedang saya jalani.
Sudah 10 hari berlalu, ada rasa ganjil di hati. Saya merasa tugas dan pekerjaan berburu berita yang diemban untuk pembaca setia Zonautara.com belum maksimal dan ritme kerja belum stabil. Tapi saya yakin semua ini bagian dari proses.
Belajar membaca ritme kota ini perlahan-lahan, sekaligus menyiapkan diri untuk memberikan yang terbaik.
Di sela-sela kesibukan itu, saya mencoba mencari ruang jeda. Waktu-waktu senja saya manfaatkan untuk berkeliling dan menyusuri tempat-tempat terbaik untuk menikmati matahari terbenam di Manado. Tak banyak, tapi cukup memberi napas baru bagi semangat yang kadang tersendat.
Saya berkesempatan memasuki Rooftop Hotel Sintesa Peninsula Manado, hotel bintang lima yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Wenang.

Dari atas rooftop, saya terpukau menyaksikan keindahan pemandangan matahari terbenam alias sunset yang begitu memukau. Langit jingga perlahan memudar menjadi kelabu senja, memberikan pemandangan yang nyaris tak bisa digambarkan dengan kata-kata.
Beberapa kali saya juga singgah di Jembatan Soekarno Hatta, salah satu ikon kota yang menghubungkan dua sisi Manado.
Dari atas jembatan, pemandangan laut dan matahari yang perlahan tenggelam begitu memanjakan mata. Sore menjelang malam adalah waktu terbaik untuk berada di sana, menikmati angin dan cahaya yang perlahan meredup.
Saya juga sempat mengunjungi Pantai Terapi Daseng Nelayan. Saat berdiri di tepiannya, hati ini ingin bertanya, mungkinkah ini satu-satunya bibir pantai di Kota Manado yang masih memiliki pasir? Sunset dari tempat ini terasa lebih hidup, ditemani deburan ombak dan aroma laut yang khas. Di sini, senja terasa lengkap.
Tak ketinggalan, saya juga pergi ke salah satu tempat tertinggi di kota ini, Gunung Tumpa. Meski saat itu tidak menyaksikan langsung sunset, saya bisa merasakan bahwa tempat ini menyimpan potensi luar biasa untuk menyapa matahari sore.

Dengan posisi terbuka serta dapat melihat pula-pulau terdekat, Gunung Tumpa seperti menyuguhkan Manado dari sudut pandang yang berbeda lebih damai, lebih alami.Â
Perjalanan ini belum selesai. Masih banyak pekerjaan yang menanti dan cerita yang belum ditulis. Tapi lewat momen-momen kecil di atas, saya merasa sedikit lebih dekat dengan kota ini.
Manado perlahan mengajarkan saya arti ketenangan di tengah kesibukan, dan bagaimana senja bisa jadi ruang berpikir, bahkan untuk seorang reporter yang masih meraba jejaknya.
***