TOULUAAN, zonautara.com – Mapalus, adalah salah satu ciri khas tradisi warga Minahasa dalam menyelesaiakan suatu pekerjaan. Dengan Mapalus suatu pekerjaan dilaksanakan secara bersama-sama dengan semangat gotong royong.
Tradisi ini juga masih terjaga di wilayah Kecamatan Touluaan, Kabupaten Minahasa Tenggara. Setidaknya bisa dilihat dari tradisi membangun rumah secara Mapalus.
Kepala Desa atau Hukum Tua Desa Ranoketang Atas Satu, Herman Kosegeran, saat ditemui ZonaUtara.com di kediamannya mengatakan bahwa ada beberapa kelompok Arisan Pembangunan Rumah dengan sistem Mapalus di wilayah kerjanya.
“Di desa ini, ada empat kelompok, dengan jumlah anggotanya bervariasi. Ada yang beranggotakan 30 orang, ada juga yang lebih,” kata Herman, Selasa (13/6/2017).
Menurut Herman sistem arisan ini sudah ada sejak tahun 1970-an. Waktu itu bentuk rumah yang dibangun masih berupa rumah panggung. Seiring perkembangan waktu, rumah panggung pun ditinggalkan dan beralih pada rumah permanen dengan pondasi batu. Namun sistimnya tetap sama.
Menariknya kelompok arisan pembangunan rumah ini punya anggaran dasar organisasi yang disepakati bersama. Baik mekanisme penyiapan bahan, jam kerja maupun sanksi atau hukuman bagi anggota yang melanggar, semua diatur dalam anggaran dasar tersebut. Begitu pula dengan mekanisme penyiapan bahan.
Hampir semua kelompok arisan rumah di Ranoketang Atas Satu memakai pola yang sama. Dalam mengerjakan satu bangunan (rumah), tiap anggota wajib menyetor tiga sak semen, tiga lembar seng, serta tiga ujung besi berdiameter 8 inchi.
Kalau kelompok tersebut beranggotakan 30 peserta, maka total bahan yang tersedia dikalikan tiga, sehingga yang mendapat giliran arisan akan memperoleh 90 lembar seng, 90 sak semen dan 90 ujung besi. Bahan-bahan yang terkumpul itu bisa untuk membangun rumah dengan ukuran 7×6 meter, dengan memiliki dua kamar tidur.
Adapun yang mandapatkan giliran arisan, cukup menyiapkan pasir, batu bata untuk dinding rumah, serta kusen dan bingkai pintu serta jendela. Sedangkan pengerjaan pembanguan satu unit rumah rata-rata hanya dikerjakan dalam tempo 50 jam.
Menariknya semua organisasi arisan pembangunan rumah ini menerapkan sanksi yang sama. Menurut Herman sanksinya berupa hukuman cambuk bagi anggota arisan yang lalai.
“Siapa yang melanggar aturan, akan mendapatkan cambukkan di tubuhnya. Jumlahnya sesuai dengan tingkat kesalahan,” jelas Herman.
Herman memberi contoh, salah satu aturan adalah semua anggota arisan harus hadir pada ibadah pagi sebelum pekerjaan dimulai tepat jam 6 pagi. Bagi yang tidak hadir, hukumannya dicambuk.
Demikian juga ada aturan dilarang merokok selama bekerja, jika ada yang melanggarnya pasti kena cambuk. Uniknya, yang memperoleh giliran arisan juga tak luput dari hukuman cambukan, jika persediaan pasir atau batu bata tidak tersedia.
Adapun, media cambuk terbuat dari seutas rotan hutan yang sudah dibersihkan berdiameter sekitar enam inchi, dengan panjang sekitar 60-70 cm.
Biasanya yang kena cambuk akan sadar dengan kesalahannya, sehingga kemudian merobahnya. Karena bukan tidak mungkin selama proses pembangunan satu unit rumah, seorang anggota akan sering mengalami cambukkan akibat kesalahan yang berulang-ulang dilakukannya.
Kecamatan Touluaan sendiri terdiri atas 10 desa dan masing-masing desa memiliki tiga hingga empat kelompok arisan pembangunan rumah.
Rio Sangkaeng, pengurus Kelompok Arisan Mapalus Rumah Makahalesan di Desa Lobu, Kecamatan Touluaan memastikan siapapun yang melanggar aturan pasti akan dicambuk.
Saat ditemui di lokasi pembangunan rumah Keluarga Johny Mamahit, Rio menjelaskan bahwa hukuman cambukan itu bukan karena marah, tapi karena sudah tertera di anggaran dasar.
“Mereka yang kena cambuuk itu akan menerima tindakan tersebut karena memang salah,” jelas Rio.
Rio menambahkan bahwa sebenarnya sistem hukuman cambuk itu hanya sebagai simbol untuk mendisiplinkan anggota arisan mapalus rumah. Karena takut kena cambuk, maka semuanya dilakukan dengan benar.
Editor: Ronny A. Buol