MANADO, ZONASULUT.com – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjadi salah satu dari lima saksi yang dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan kasus korupsi E-KTP, berkas perkara Tersangka Irvanto Hendra Pambudi dan Tersangka Made Oka Masagung, Senin (2/7/2018).
Meski begitu, setelah jalani pemeriksaan sebagai saksi, Yasonna mengaku tidak kenal dengan Irvanto dan Made Oka. Terkait isi pertanyaan penyidik KPK terhadapnya saat diperiksa, Yasonna katakan hal itu masih sama dengan pemeriksaan sebelumnya.
“Karena untuk tersangka yang berbeda jadi sama saja dengan keterangan yang lalu,” kata Yasonna, sebagaimana yang diberitakan REPUBLIKA.co.id.
Humas KPK, Febri Diansyah mengungkapkan, dalam penyidikan berkas Irvanto dan Made Oka, KPK sedang mendalami proses pembahasan anggaran atau aliran dana proyek E-KTP.
Irvanto yang merupakan keponakan mantan Ketua DPR Setya Novanto, telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Made Oka, pengusaha sekaligus rekan Setya Novanto, pada 28 Februari 2018 lalu.
Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP elektronik dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek E-KTP. Selain itu, dia juga diduga telah mengetahui ada permintaan “fee” sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran E-KTP.
KPK menilai, Irvanto turut menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan bagi Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.
Sedangkan Made Oka diduga menjadikan perusahaannya PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang “investment company” di Singapura sebagai penampung dana.
Made Oka, melalui kedua perusahaannya diduga kuat menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Setya Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS.
Tak hanya itu, Made Oka juga diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek E-KTP.
Kedua tersangka ini, disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.