bar-merah
Ilustrasi from Kahoot.com

Ramai sudah ini. Soalnya adalah kontradiktif. Warga yang akan melamar kerja diharuskan punya SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Dulunya itu namanya Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB).

Isi utama tertulis begini, “bahwa nama tersebut di atas tidak memiliki catatan atau keterlibatan dalam kegiatan kriminal apapun”.

Pemegang surat sakti itu kemudian bisa melamar kerja dimana saja yang mensyaratkan adanya keterangan polisi itu. Diyakinilah warga itu berkelakuan baik.

Sekarang lagi ramai antrian di Polres dan Polda. Di seluruh Indonesia, saban hari. Penggeraknya satu, kran penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dibuka pemerintah.

CPNS harus berkelakuan baik. Sebagaiaman isi SKCK, ya tidak pernah terlibat tindak kriminal hingga 6 bulan sejak terbit SKCK itu.

Yang jadi ramai adalah saat beberapa warga yang ingin mengurus SKCK bertanya risau lewat media sosial. “Kalau caleg saja bisa dari mantan napi, mengapa kita harus membuat SKCK buat melamar kerja,” gugat Daniel L. Sinaga, warganet di Twitternya.

 

Yang digugat Daniel itu apalagi kalau bukan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan Komisi Pemilihanm Umum (PKPU), yang tidak mau menerima pendaftaran calon legislatif (caleg) dari kalangan mantan napi (korupsi, bandar narkoba, kasus kejahatan seksual anak).

Para mantan napi korupsi yang ngotot untuk bisa terus nyaleg, tidak terima PKPU itu dan meminta MA meninjaunya. Bawaslu membela mereka, dengan alasan yang bisa mencabut hak politik itu hanya Pengadilan. MA setuju dengan Bawaslu pada akhirnya.

 

Kasihan Sari H, caleg DPRD Tangerang Selatan. Dia sampai merasa sia-sia kuliah hukum di UNPAD. Untuk bisa nyaleg, Sari harus meyakinkan KPU bahwa dia tidak pernah dipidana. Eh, malah yang jelas-jelas pernah dipenjara diloloskan oleh MA.

Bahwa, memang semua warga negara Indonesia punya kesamaan hak politik untuk dicalonkan, itu benar. Tetapi ini soal rasa keadilan. Korupsi itu dosa besar. Extraordinary crime. Setara dengan bandar narkoba, dan pelaku kejahatan seksual anak.

Bahkan lebih dari itu, koruptor itu adalah perampok yang tidak ada malunya. Merampoki uang rakyat dengan terang-terangan, lalu bangga dengan perbuatannya.

Yang kasihan itu, rakyat biasa yang pernah jadi terpidana. Jangan pernah bermimpi untuk bisa masuk jadi CPNS. Lha, mau ditulis sebagai mantan napi dalam SKCK?. Perusahaan mana yang mau terima mantan napi?

Keluhan susahnya mantan napi mendapat kerja, diceritakan oleh Galang Wibisono dan Sigit. “Sanksi sosial itu jauh lebih berat daripada sanksi penjara,” kata Sigit.

Tapi itu tidak berlaku bagi mantan napi koruptor. Kadang justru masyarakatlah yang terus mengelu-elukannya. Mau bukti? Tuh, Elly Lasut yang dihukum 7 tahun penjara karena kasus korupsi SPPD fiktif 2006-2008, meraih suara terbanyak di Pilkada Talaud 2018.

Vonny Panambunan juga ikut dalam contoh itu. Bupati Minahasa Utara yang pernah dipenjara 18 bulan karena korupsi di Kutai Kertanegara pada 2008 itu, toh bisa kembali menang pada Pilkada 2016.

Jadi kalau para caleg mantan napi koruptor itu percaya diri untuk kembali nyaleg kendati telah terbukti pernah merampok, toh masih saja ada masyarakat yang menganggapnya berkelakuan baik. Untuk apa itu SKCK.

Desakan sebagian masyarakat untuk memberi tanda khusus di kertas suara caleg mantan koroptur memang perlu diseriusi. Atau setiap putusan bersalah kasus korupsi sudah harus disertai dengan pencabutan hak politik.

Dari catatan Indonesia Corruption Watch, dari 576 vonis kasus korupsi pada 2016, hanya ada tujuh vonis yang menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.

Pencabutan hak politik, khususnya hak untuk dipilih sebagai pejabat publik, adalah bentuk dari hukuman karena yang bersangkutan tidak amanah dalam memegang jabatan publik dan agar yang bersangkutan tidak bisa lagi menyalahgunakan wewenangnya.

Ah, itu rumusan baku Konvenan Internasional. Nyatanya caleg mantan koruptor itu diberikan hak oleh MA untuk terus maju.

Penasaran mereka akan bilang apa saat kampanye nanti. “Saya berkelakukan baik lho, walau pernah dipenjara”.

Hmmm … Ini kan demokrasi kita.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com