Di Toraja, kematian adalah sukacita

Ronny Adolof Buol
Penulis Ronny Adolof Buol
Para pengusung mengarak jasad saat proses Ma'Popengkalo Alang berlangsung. Dalam arakan yang riuh itu tak tersirat sedikit pun kesedihan. (Foto: zonautara.com/Ronny Adolof Buol)



Teks dan Foto: Ronny Adolof Buol

Nusantara kaya dengan ritual sakral siklus hidup manusia, mulai dari mengandung hingga kematian. Salah satunya adalah ritual kematian bagi suku Toraja yang mendiami bagian Utara provinsi Sulawesi Selatan.

Jazirah ini diberkati dengan pesona alam yang menakjubkan. Bentangan pemukiman di antara dinding-dinding karst dengan hawa yang sejuk, membuat Toraja menjadi destinasi yang selalu dinantikan.

Bertandanglah antara bulan Agustus hingga Oktober, saat salah satu ritual adat kematian dipestakan. Mereka menyebutnya Rambu Solo, sebuah upacara yang bertujuan menghormati dan menghantarkan arwah orang yang telah meninggal menuju alam puya, alam roh yang dipercayai pada agama nenek moyang aluk todolo.

zonautara.com
Doni, seorang pemandu di komplek makam Londa, Sanggalang, Toraja memberi penerangan saat menemani pejalan yang ingin melihat isi kubur goa tempat jenazah diletakkan di sela-sela batu. (Foto: zonautara.com/Ronny Adolof Buol)

Dan jangan terkejut, saat mengetahui jenazah yang akan dipestakan tersebut telah meninggal beberapa bulan bahkan beberapa tahun lalu. Bagi orang Toraja, kematian bukanlah akhir segalanya, bukanlah sebuah peristiwa yang tiba-tiba membuat hati menjadi susah dan memutus rantai kekerabatan. Sebaliknya, kematian bagi orang Toraja, adalah satu tahap dalam proses yang panjang.

Tetapi itu bukan berarti tak ada duka saat ada kematian. Mereka tak lari dari rasa takut akan maut. Sebab bagi suku Toraja, justru kematian adalah pusat kehidupan.

Mereka percaya bahwa orang yang meninggal tak sunggung-sungguh mati, sehingga tetap percaya bahwa hubungan masih terus berlangsung bahkan sesudah kematian.

Oleh karenanya, bagi mereka, kematian adalah sebuah sukacita yang patut dirayakan dengan pesta. Sebuah keyakinan yang mentradisi sejak leluhur mereka, dan terus terjaga hingga kini, memikat ribuan pejalan saban tahun mendatangi negeri yang indah dan memesona ini.

zonautara.com
Tiruan tau-tau (patung kayu) yang bisa dijadikan souvenir bagi pengunjung Goa Kubur di Londa, Desa Sandan Uai, Kecamatan Sanggalangi, Toraja. (Foto: zonautara.com/Ronny Adolof Buol)

Bersiaplah dengan kejutan-kejutan tak terduga, kala mendapati harga seekor kerbau melebihi harga mobil termewah yang anda miliki. Pun saat mengetahui peti jenazah yang diusung dalam arakan menuju pemakaman harus digoyang-goyang ratusan orang.

Dan, saat berhadapan dengan tulang-belulang yang terongok di dalam kubur gua, dan saat mengetahui jika orok bayi yang meninggal dikubur di lubang pohon, sementara peti-peti jenazah lainnya tergantung di langit-langit gua dan terpahat di batu-batu raksasa.

Toraja adalah sajian eksotis pengembara jiwa yang merindukan jejak leluhur yang terus terjaga.

zonautara.com
Dua ekor kerbau sedang beradu dalam Ma’pasilaga tedong yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perayaan Rambu Solo. (Foto: zonautara.com/Ronny Adolof Buol)


Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Follow:
Pemulung informasi dan penyuka fotografi
Leave a comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com