MANADO, ZONAUTARA.com – Buaya yang diberi nama Merry, yang menghebohkan warga Sulawesi Utara dua pekan ini, akhirnya mati. Kematian Merry dipastikan oleh Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut.
“Buaya itu ditemukan mati pada Minggu (20/1). Perkiraan kematiannya pada Minggu dinihari,” jelas Sekretaris BKSDA Sulut, Hendriek Rundengan, Selasa (22/1/2019).
Tim dari BKSDA yang dibantu tim dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki melakukan nekropsi pada keesokan harinya (Senin, 21/1).
Tenaga ahli dari PPS Tasikoki, dokter hewan Dwielma Nubatonis dan dokter hewan Fahmi Agustiadi dibantu Manager PPS Tasikoki Billy Lolowang dan staffnya Deity Mekel melakukan nekropsi.
Ikut dalam pembenahan bangkai buaya itu aparat dari Polres Tomohon dan pihak BKSDA Sulut.
“Proses nekropsi dimulai pada pukul 13.00 WITA dan berlangsung selama tiga jam,” tambah Hendriek.
Usai melakukan nekropsi, bangkai Merry kemudian dikuburkan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih, Bitung. Sebelumnya, Merry dititip di kolam air Mangala Agni BKSDA Sulut yang berada di komplek TWA Batuputih.
Hasil dari nekropsi sementara diperoleh fakta secara fisik buaya itu mengalami stress dan heatstroke. Temuan lainnya adalah akumulasi gas pada lambung dan obesitas.
Tim juga menemukan potongan yang diduga organ tubuh manusia berupa tulang belulang mulai dari lengan sampai jari di dalam perut Merry.
“Tulang belulang itu bertaut dengan kain yang diduga baju atau pakaian,” ujar Hendriek.
Beberapa sampel organ buaya akan dilakukan pengujian laboratorium lebih lanjut untuk menegakkan diagnosa awal. Sementara barang bukti tulang belulang yang ditemukan akan ditindaklanjuti dengan pihak kepolisian dan keluarga korban.
“Rencananya sampel akan diuji di Balai Besar Veteriner (BBVet) Maros, Sulawesi Selatan,” kata Hendriek.
Dituduh memangsa
Buaya yang berukuran sangat besar itu diduga telah mencederai Kepala Laboratorium CY Yosiki, Deasy Tuwo (44) . Perusahaan yang terletak di Ranowangko, Kecamatan Tanawangko, Minahasa ini melakukan budidaya mutiara, pada Jumat (11/1).
Pemiliknya, seorang warga negara Jepang, memilihara Merry di kolam besar di halaman perusahaan itu. Karena terus diberi makan, buaya itu bertumbuh hingga panjang 4,4 meter dan lebar punggung 90 centimeter.
Diduga korban Deasy terpeleset saat sedang memberi makan Merry. Tidak ada saksi mata saat kejadian. Tubuh korban ditemukan oleh rekannya saat dalam kondisi tak utuh lagi.
Baca juga: Tak semestinya memelihara satwa liar
Karena tidak memiliki ijin kepemilikan, BKSDA Sulut menyita Merry dan mengevakuasi buaya raksasa itu dari kolam CV. Yosiki pada Minggu (14/1).
Karena, lembaga konservasi mitra BKSDA belum ada kolam besar yang bisa menampung buaya sebesar Merry, -termasuk di PPS Tasikoki yang kandang buayanya full-, Merry dititip sementara di kolam air Mangala Agni di Batuputih.
Sempat beredar kabar, bahwa keberadaan buaya di Batuputih itu ditolak oleh warga, yang khawatir Merry bisa mengancam keselamatan warga sekitar.
Baca juga: Proses evakuasi buaya Merry yang menegangkan
Spekulasi juga merebak pasca kejadian ditemukannya tubuh korban Deasy. Banyak pihak yang menduga, Deasy tidak sekedar dimangsa reptil raksasa itu. Polisi pun turun tangan.
Kapolsek Tombariri, Iptu Jantje A Untu sewaktu ditemui saat evakuasi Merry, menjelaskan bahwa proses penyelidikan kematian korban sedang ditangani Polres Tomohon.
Editor: Ronny Adolof Buol