bar-merah

Saat burung raptor migrasi terlihat di langit Temboan

rapto migrasi
Alfons Patandung sedang mengamati raptor migrasi di puncak Temboan, Tomohon. (Foto: Zonautara.com/Ronny Adolof Buol)

TOMOHON, ZONAUTARA.com – Suhu subuh kota Manado masih menyisakan dingin, saat kami berangkat mendaki jalan berkelok-kelok menuju ke Kota Tomohon.

Zonautara.com, diajak pengamat burung Alfons Patandung ke bukit Temboan, salah satu lokasi wisata yang ada di Rurukan, Tomohon. Kami harus datang pagi, agar bisa mengamati titik-titik hitam muncul dari langit di bagian utara.

Titik-titik hitam yang dinanti itu, tak lain adalah pertanda kemunculan burung migrasi pemangsa atau yang lebih dikenal dengan sebutan raptor.

Alfons langsung mengatur tripod penyangga teropong dan mempersiapkan binokulernya, saat tiba di Temboan. Lokasi ini strategis, karena area pandang yang lapang ke arah utara maupun ke Selatan.

Dari puncak Temboan terlihat dengan sangat jelas gunung Klabat dan pemukiman di bawahnya, selat Lembeh di Bitung dan danau Tondano di Minahasa. Sungguh pemandangan yang indah.

Sayang pagi tadi, Sabtu (5/10/2019), cafe yang ada di puncak Temboan belum buka, sehingga hangatnya kopi yang kami bayangkan tak bisa tersaji.

Setelah mengatur posisi menghadap utara, nampak puncak Klabat dengan megahnya, kami berbincang sambil menanti tanda titik-titik hitam di langit. Cuaca sangat cerah.

Sekitar pukul 08.30 WITA, Alfons bersemangat meraih binokulernya. Staff Wildlife Conservation Society Indonesian Programme ini melihat sebuah titik hitam di langit.

“Ada dua ekor Alap elang cina,” jelas Alfons sembari menyodorkan binokuler ke Zonautara.com, dan meraih kameranya untuk mengabadikan kehadiran burung migrasi itu.

Sambil memotret, Alfons menerangkan mengapa raptor muncul di langit Temboan. Dalam setahun dua kali raptor melintasi Indonesia dalam perjalanan migrasinya. Beberapa wilayah di Sulut termasuk dalam lintasan migrasi itu.

“Di Sulut selain di Temboan dan Mahawu, tempat yang bagus juga mengamati ada di Likupang, Minahasa Utara dan di Pusunge, Sangihe,” terang Alfons.

Raptor bermigrasi belasan ribu kilometer, dan terbang selama 50 hingga 70 hari untuk mencari makan karena tempat mereka memasuki musim dingin.

“Yang kita lihat ini, mereka datang dari daratan Asia di utara yang sedang masuk musim dingin, menuju ke benua Australia. Mereka cari makan di sana,” kata Alfons.

Saat menempuh perjalanan jauh itu, raptor menjadikan Indonesia sebagai tempat transit, beristirahat dan cari makan.

“Harus tersedia hutan agar raptor bisa istirahat di pohon, dan makan. Jika hutan habis, raptor juga tidak akan hadir. Perubahan iklim mempengaruhi waktu mereka datang,” jelas Alfons.

Selain Alap elang cina, raptor yang biasa teramati di Sulut ada juga dari jenis Alap elang jepang dan Elang kelabu. Pagi tadi ada sebanyak lima individu Alap elang cina yang teramati.

Di Sulut memang masih sangat jarang pengamat burung yang mengamati salah satu fenomena dan keunikan kehidupan fauna ini. Padahal di beberapa kota, seperti di Bogor, saat musim migrasi burung, berbagai kegiatan digelar.

Di Sangihe, ada Stenly Pontolawokang, seorang tenaga medis yang mencintai dunia satwa dan alam liar, selalu mengamati kehadiran raptor migrasi.

“Sebenarnya kehadiran raptor bisa dimanfaatkan sebagai atraksi wisata edukasi alam, terutama dengan menyasar anak-anak agar lebih mencintai keanekaragaman hayati terutama jenis-jenis fauna,” harap Alfons.

Kehadiran raptor di langit Temboan, masih bisa disaksikan sepanjang bulan Okotober ini. Burung-burung ini akan kembali melintasi langit Sulut pada April tahun depan, saat Australia memasuki musim dingin.

“Mereka akan kembali pulang ke daerah asal mereka,” tutup Alfons.

Editor: Ronny Adolof Buol



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com