bar-merah

Corona dan tiket yang batal

Ilustrasi dari Pixabay.com
Catatan kecemasan ditulis oleh Adeeva

SEPERTI yang telah kami duga sebelumnya, rasanya terlalu dini menyimpulkan bahwa misterius virus yang menggemparkan dunia ini tidak bisa menjebol pertahanan tropis Indonesia.

Selain ungkapan cinta, tak ada hari dalam setiap pertemuan kami, luput dari pembahasan tentang sejauh mana virus ini telah menyebarkan laso untuk terus membayangi benak manusia sebagai jelmaan pencabut nyawa.

Selama ini, selain memukul sektor pariwisata, aku sendiri merasa tidak ada kekhawatiran berarti di masyarakat Indonesia. Yang ada malah muncul meme-meme yang menyandingkan coronavirus dengan carlotavirus, (istilah yang dipakai orang Manado untuk sebuah kebiasaan membicarakan/ menggunjing orang lain) seolah menjadi lelucon saja di tengah kepanikan dunia.

Masyarakat kita seperti terus dicekoki pil ketenangan untuk percaya, bahwa jelmaan pencabut nyawa ini, akan sulit menembus perisai Indonesia. Tak kalah lucunya adalah, keputusan pemerintah yang justru memilih menurunkan harga tiket pesawat, di saat beberapa negara mengimbau masyarakatnya untuk tidak bepergian.

Sampai kabar terbaru itu muncul, Arab Saudi akhirnya memberlakukan larangan sementara bagi masyarakat Indonesia yang ingin melakukan ibadah umroh, dengan alasan mengantisipasi penyebaran virus ini.

Keadaan memang tampak memburuk, meski bagiku tidaklah sepenuhnya, sebab kabar baiknya adalah keputusan kami untuk membatalkan tiket bepergian sudah benar. Lalu menjadi semacam sebuah keberuntungan juga syukuran pribadi, apalagi setelah pernyataan resmi Presiden terkait dua WNI positif corona mulai tersebar, tak hanya di seantero negeri tapi di dunia.

Keadaan ini membuat aku cemas dan mulai membayangkan, bagaimana orang-orang akan sedikit terampas waktu, dan pikirannya. Bukan hanya penderita, pemerintah, pemburu berita, tapi juga semua masyarakat akan bertanya-tanya, gugup dengan ketidakpastian.

Dan barangkali mulai serius ba-karlota* terkait orang-orang dengan potensi terdampak virus ini. Batuk rejan, flu, demam, akan menjadi sesuatu yang mengerikan bila bersinggungan dengan kehidupan sosial. Lalu pemandangan tidak biasa mulai terjadi. Masker akan langka dan manusia dengan tutup muka akan seperti zombie yang selama ini hanya ditonton di layar bioskop atau tivi 24 inchi.

Yang parah adalah, kekasihku tercinta akan sibuk memandangi monitor, dan tidak bergeming diperhadapkan data yang terus bergerak dinamis. Dia akan bekerja sampai “gila”, dan aku tak berkuasa selain terus menuliskan kepanikan ku, jika suatu saat dia harus mungkin ditempatkan di mana zombie-zombie itu benar-benar ada.

Kepalaku hampir pecah. Aku terus menerima aliran data kelas premium, dan orang-orang masih saja terlelap dengan dengkur yang terdengar merdu. Mereka pulas, dan itulah gunanya ketidaktahuan. Pikiranku selalu skeptis dengan pemerintah yang selalu silang pendapat denganku, bahkan dengan pernyataan kepala daerah sekaliber Anis.

Lalu aku berhenti. Menghentikan kepanikan, zombie, jarum suntik, baju minion, masker, makanan dan segala hal. Aku ingin diam dan tidak bicara lagi, termasuk soal tiket yang dibatalkan.

Keadaan memang memburuk, dan aku akan merasa lebih baik, jika telah mengatakan pada orang-orang tersayangku, keluarga, kerabat dan teman-temanku, terutama pada kekasihku, iya dia, lelaki itu: aku mencintainya.

Selamat malam semesta, begitu dulu untuk sementara.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com