ZONAUTARA.com – Swara Parangpuan Sulut menggelar diskusi menggalang dukungan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dengan organisasi keagamaan di Sulawesi Utara, Senin (31/08/2020) di Hotel Swiss-Bel Manado.
Ini adalah diskusi kedua yang dilakukan untuk menggalang dukungan semua pihak, setelah sebelumnya digelar diskusi yang sama dengan para akademisi di Sulawesi Utara pada 27 Agustus 2020.
Vivi George, mewakili Direktur Swara Parangpuan mengatakan, tujuan dilakukannya rangkaian diskusi ini adalah untuk mendapatkan pemahaman terkait urgensi RUU PKS dari sudut pandang akademisi dan ormas keagamaan, mendapatkan masukan untuk memperkaya substansi dan menggalang dukungan nyata dari akademisi dan ormas keagamaan untuk segera disahkannya RUU PKS.
“Harapannya bisa menghasilkan pemikiran yang sama terhadap informasi yang benar dari tujuan Rancangan UU ini, karena faktanya banyak informasi yang berkembang liar menimbulkan kebingungan di masyarakat,” kata Vivi.
Dikatakannya, perjuangan untuk mengesahkan RUU ini masih panjang, karena seperti diketahui bersama bahwa DPR RI justru mengeluarkan RUU ini dari daftar Program Legislasi Nasional 2020 dengan alasan sulit dibahas.
“Ini tentu saja sangat melukai perasaan para korban kekerasan seksual dan juga para pendamping yang selama ini melakukan pendampingan terhadap korban,” jelasnya.
Selain menggalang dukungan dengan jaringan masyarakat sipil, Swara Parangpuan juga terus menggalang dukungan kepada anggota DPR RI Dapil Sulut.
“kami terus membangun komunikasi dengan mereka meskipun hingga saat ini belum ada respon positif, tapi kami berharap para legislator DPR RI Dapil Sulut khususnya yang perempuan ikut mengambil bagian secara aktif dalam perjuangan bersama para legislator DPR RI lainnya dengan menjadi tim pengusul. Karena ini permasalahan kita bersama, apalagi tingkat kekerasan seksual di Sulut cukup tinggi,” kata Vivi.
RUU PKS, imbuhnya, sesungguhnya adalah bukti bahwa negara telah benar-benar memberikan jaminan rasa aman bagi warga negara agar menjalani kehidupan dan aktivitas sehari-hari dalam rasa aman dan terlindungi.
“Hingga saat ini belum ada undang-undang yang mengatur pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual seperti hak pemulihan,” jelasnya.