ZONAUTARA.com – Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Sulawesi Utara (Sulut) belum menjadi pilihan yang urgen. Penegasan ini disampaikan Juru Bicara Penanganan Covid-19 Sulut Steaven Dandel, meresponi pernyataan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito pada sebuah kesempatan yang menyebutkan bahwa Sulut kalau perlu melakukan rem darurat atau PSBB seperti DKI Jakarta.
Menurut Steaven, untuk Sulut justru dalam 3 minggu terakhir terlihat penurunan kasus positif yang sangat bermakna, sementara keterisian ruang isolasi di rumah sakit baru sekitar 30 persen sampai dengan 40 persen.
“Untuk menilai trend, maka seharusnya insidens bukan dihitung secara jumlah kasus kumulatif tetapi harus dihitung per minggu,” kata Steaven yang dihubungi wartawan Zona Utara, Minggu (13/09/2020).
Soal bagaimana dengan kondisi Sulawesi Utara yang kini termasuk sebagai daerah dengan insiden kasus tertinggi secara nasional, Juru Bicara Penanganan Covid-19 Sulut Steaven Dandel menegaskan bahwa angka Kejadian Penyakit atau insidens rate adalah proporsi jumlah suatu penyakit dibandingkan dengan jumlah penduduk suatu wilayah.
“Insidens Covid-19 di Sulawesi Utara memang tinggi, karena agresivitas pemeriksaan test Covid 19 yang sudah 5 minggu berturut-turut masuk 5 besar se-Indonesia. Sehingga seharusnya kalau Wiku Adisasmito mau bandingkan insidens rate per Provinsi, harusnya juga dibandingkan dengan kapasitas pemeriksaan test antar Provinsi,” tegas Steaven.
Steaven menghimbau agar seluruh masyarakat tetap menerapkan Protokol Kesehatan secara disiplin agar angka penyebaran kasus covid-19 di Sulut kian terminimasilir hingga mampu menjadi menjadi zona hijau atau bebas dari kasus baru.
Sebelumnya, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa semua Pemerintah Daerah atau Pemimpin Daerah harus mereview kembali keadaan yang ada seperti sekarang. Kalau perlu melakukan rem darurat seperti DKI Jakarta, lakukan itu demi keselamatan masyarakatnya dan tenaga kesehatannya.
“Ada beberapa provinsi dan kota yang harus mereview keadaannya. 5 provinsi dengan insiden dengan kasus tertinggi adalah DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Bali. Ini adalah provinsi dengan insiden kasusnya tinggi,” kata Wiku dalam sebuah dialog interaktif pada acara Mata Najwa, 9 September 2020.
Menurutnya, sedangkan kota dengan jumlah kasus terbanyak dan ini juga harus menjadi perhatian adalah Kota Surabaya, seluruh kota di DKI Jakarta, Kota Semarang, Kota Makassar, Kota Sidoarjo, dan Kota Medan. Seluruh kota yang kondisinya kritis ini harus betul-betul waspada. Jangan sampai kejadian kita perlu melakukan rem darurat.
“Salah satu indikator yang bisa dilihat adalah kasus per minggu. DKI Jakarta dan kota-kota selama 4 minggu terutama di bulan Agustus itu semuanya merah terus. Artinya, tidak berubah,” ujarnya.
Di situ, imbuhnya, letak kebijakan yang diambil gubernur untuk melakukan rem darurat. Pentingnya kita melihat zonasi di situ. Kalau kita sudah melihat seminggu warna merah, minggu berikutnya merah lagi, ini saatnya alert.
“Kalau minggu ketiganya masih merah, di situ harus direm. Daripada harus menunggu 4 minggu atau lebih,” kata Wiku.