bar-merah

Aparat kepolisian cederai kebebasan pers di Gorontalo

zonautara.com
Ilustrasi dari Pixabay.com

ZONAUTARA.com – Demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di simpang lima Kota Gorontalo pada Senin (12/10/2020) berujung ricuh. Massa demonstran melempari polisi dengan batu, akibatnya polisi membubarkan demonstrasi dengan paksa, tembakan gas air mata, meriam air, dan sejumlah pasukan dikerahkan untuk melakukan proses terakhir pengamanan demonstrasi.

Massa demonstran terpukul mundur dan terkepung di Jalan Andalas, aparat kepolisian lantas memburu para terduga peserta aksi. Menurut Kabid Humas Polda Gorontalo, ada sekira 200 orang yang ditangkap hingga Senin malam (12/10/2020). Saat kericuhan terjadi, sejumlah jurnalis turut mengalami intimidasi oleh polisi karena tidak terima tindakan yang menangkap demonstran direkam.

Beberapa jurnalis dipaksa untuk tidak mengambil gambar dan menghapus gambar. Berdasarkan data yang dihimpun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Gorontalo, ada 4 jurnalis yang menjadi korban intimidasi dari aparat kepolisian.

1. Elias (reporter IDN Times Sulsel)

Elias dua kali ditegur aparat. Pertama, ditegur saat mengambil gambar aparat kepolisian yang melakukan tindak kekerasan terhadap demonstran yang diringkus di pohon-pohon pisang.

“Skip itu gambar, ya?” kata Elias meniru aparat yang menyuruhnya untuk tidak mengambil gambar.

Kali kedua, dia dilarang ketika dia merekam video aparat yang nyaris meringkus seorang jurnalis.

2. Wawan (freelance contributor di Kumparan.com dan editor di Dulohupa.id)

Berbeda dengan Elias, Wawan malah disuruh menghapus gambar seorang aparat yang melakukan tindakan kekerasan terhadap demonstran yang diringkus. Ada tiga foto aparat, tapi hanya satu yang disuruh hapus, karena foto itu yang tepat mengabadikan momennya saat meringkus.

Wawan terpaksa menuruti permintaan si aparat karena takut keselamatannya terancam.

3. Arfandi (kontributor Liputan6.com dan wartawan Prosesnews.id)

Kasus Arfandi sama dengan yang dialami Wawan, walaupun mengantongi kartu identitas wartawan, tetap disuruh menghapus gambar aparat yang menyeret demonstran. Arfandi bersama dua jurnalis lain sedang meliput demonstrasi, ia memotret seorang polisi berpakaian preman menyerat demonstran yang berhasil ditangkap.

“Hapus itu! Kalian mau buat berita lagi tidak berimbang,” kata Arfandi meniru aparat yang menyuruhnya menghapus foto itu.

4. Hamdi (wartawan Kronologi.id)

Menurut seorang saksi saat kejadian, Hamdi sedang mengambil gambar saat demonstran diseret polisi. Aparat kepolisian malah ikut menyeret Hamdi walaupun dirinya mengantongi kartu identitas wartawan dan telah mengaku bahwa dirinya wartawan.

Menurut Pemimpin Redaksi Kronologi.id, Irfan Lussa, Hamdi memang sedang melakukan peliputan di unjuk rasa tersebut.

“Saya kaget dia ditangkap, soalnya HP-nya disita. Saya mendapat kabar dia ditangkap dari seorang teman mantan wartawan Kronologi sekira jam 5 sore. Saya lalu menghubungi teman-teman polisi dan meminta dia dibebaskan. Akhirnya sekira jam 10 malam baru Hamdi dipulangkan,” kata Irfan.

Irfan menyesalkan hal seperti itu terjadi. Ia berharap aparat kepolisian jeli melihat mana wartawan mana bukan walaupun dalam keadaan chaos.

Ketua AJI Kota Gorontalo Andri Arnold mengecam tindakan intimidasi yang dilakukan oleh sejumlah anggota polisi kepada para jurnalis. Padahal para jurnalis yang bertugas telah dilengkapi kartu identitas dan menyebut bahwa mereka jurnalis yang tengah bertugas.

“Tapi para jurnalis ini tetap mengalami intimidasi berupa pemaksaan untuk menghapus foto hasil liputan,” kata Andri sesuai siaran pers yang diterima redaksi Zona Utara, Selasa (13/10/2020).

Menurut Andri jika polisi keberatan dengan tugas atau produk jurnalistik, maka silakan menempuh mekanisme penyelesaian sengketa pers yang diatur dalam UU Pers.

“Jika melihat kekhawatiran aparat kepolisian yang menjadi alasan mereka melakukan intimidasi, seperti takut nantinya berita miring atau tidak seimbang, itu sebenarnya bisa diselesaikan melalui jalur Dewan Pers, bukan malah mengintimidasi dan mencederai kebebasan pers,” ujar Andri.

Menanggapi intimidasi yang dialami para jurnalis ini, AJI Kota Gorontalo mengecam tindakan intimidasi yang dilakukan aparat kepolisian kepada para jurnalis yang sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik di lapangan.

Ditegaskannya bahwa mengambil gambar, video, dan materi lain untuk kerja-kerja jurnalistik oleh jurnalis dijamin kebebasannya dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Apa yang dilakukan aparat kepolisian terhadap jurnalis di atas termasuk dalam bentuk penyensoran sesuai dengan Pasal 1 ayat 8 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Kami mendesak Kapolda Gorontalo untuk mengusut tuntas dan menindak personilnya yang terbukti melakukan tindakan intimidasi kepada para jurnalis di atas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Para jurnalis dihimbau untuk memegang teguh kode etik jurnalistik dalam melaksanakan tugasnya di lapangan,” ujar Andri.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com