bar-merah

Yuk, intip cara narsis minta maaf. Bisa jadi kamu termasuk

Ilustrasi (Image: pixabay.com)

ZONAUTARA.com – Dalam hidup sehari-hari, kita mungkin pernah bertemu dengan orang-orang narsis. Narsis atau narsistik adalah kepribadian yang selalu berpikir sangat tinggi terhadap diri sendiri, memerlukan kekaguman, sulit percaya orang lain, dan kurang empati terhadap orang lain.

Selain itu, ciri dari orang-orang narsis adalah dikenal sulit meminta maaf. Meskipun, mungkin mereka jelas-jelas melakukan kesalahan.

Nah, di dunia psikologi fenomena di balik pribadi-pribadi yang sulit meminta maaf ini terus dipelajari dan dikaji. Studi oleh Masterson (1981) menyimpulkan, orang dengan gangguan kepribadian narsisistik perlu membangun dan melindungi citra dirinya yang “digembungkan”.

Lantas apa yang terjadi ketika seorang narsisis melakukan kesalahan, bahkan kejahatan? Sangat sederhana: pribadi narsistik tidak mau bertanggung jawab atas apa pun.

Karena jika mereka melakukannya, mereka akan menentang citra kesempurnaan diri yang mereka bangun. Mereka dikenal hampir mustahil meminta maaf. Tapi, ternyata ada juga loh model permintaan maaf yang justru merupakan ekspresi narsistik.

Berikut beberapa model permintaan maaf yang merupakan ekspresi narsistik.

  • Permintaan maaf hantu: “AKU MENYESAL…”

“Aku menyesal kamu merasa kesal.”

“Saya menyesal telah membuat kesalahan.”

Penyesalan adalah perasaan. Meminta maaf adalah tindakan. Memberi tahu seseorang bahwa kamu menyesali apa yang terjadi tidak berarti kamu mengakui perbuatanmu.

  • Permintaan maaf whitewashing: “AKU SEHARUSNYA…”

“Aku mungkin seharusnya tidak melakukan itu.”

“Mungkin seharusnya aku bertanya dulu padamu.”

Permintaan maaf whitewashing seperti ini meminimalisir kerugian tanpa tanggung jawab pada konsekuensinya.

  • Permintaan maaf bersyarat: “AKU MINTA MAAF JIKA…”

“Aku minta maaf jika perasaanmu terluka.”

“Aku minta maaf jika mungkin telah melakukan kesalahan.”

Permintaan maaf bersyarat bukanlah permintaan maaf yang lengkap, hanya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang mungkin menyakitkan.

  • Permintaan maaf deja-vu: “AKU SUDAH…”

“Aku sudah bilang kalau aku minta maaf.”

“Aku sudah minta maaf puluhan kali.”

Pernyataan seperti itu tidak mengandung permintaan maaf yang sebenarnya. Mereka menyiratkan bahwa masalah sudah selesai.

  • Permintaan maaf yang melempar tanggung jawab pada orang lain: “AKU MINTA MAAF BAHWA…”

“Aku minta maaf kalau kamu merasa aku melakukan hal yang salah.”

“Maaf, tapi sepertinya kamu terlalu sensitif.”

Permintaan maaf kosong seperti ini membuat orang yang tersakiti malah menjadi sumber permasalahan.

  • Permintaan maaf yang mengecilkan: “AKU HANYA…”

“Aku hanya bercanda.”

“Aku hanya berusaha membantu.”

Permintaan maaf yang mengecilkan sesuatu memanipulasi perilaku menyakitkan sebagai sesuatu yang dilakukan untuk kebaikan.

Itulah beberapa cara permintaan maaf yang jadi ekspresi narsistik. Jelas bahwa semua model permintaan maaf tersebut adalah bentuk lari dari tanggung jawab tanpa rasa bersalah.

Jadi, kawan jangan begitu, ya. Minta maaflah dengan tulus dan akui kesalahan. Jangan sampai permintaan maafmu hanya membuat orang lain lebih tersakiti, ya.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com