bar-merah

19 excavator menambang di sungai Dumoga, DLH Bolmong minta dihentikan

penambangan di sungai dumoga
Kegiatan penambangan di pinggiran sungai Dumoga dengan menggunakan alat berat jenis excavator. (Foto: Dok. DLH Bolmong)

ZONAUTARA.com – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) telah melakukan pengawasan terhadap kegiatan pertambangan dan pegolahan mineral logam di Desa Totabuan, Kecamatan Lolak pada pekan lalu.

Dari hasil pengawasam tersebut DLH Bolmong mendapati dua jenis kegiatan penambangan yang dilakukan oleh masyarakat yang berada di pinggiran sungai Dumoga, yakni aktivitas penambangan menggunakan alat berat jenis excavator dan penambangan menggunakan talang screen yang aktif.

Selain itu terdapat pula kubangan air bekas penambangan masyarakat di bantaran sungai. Terdapat tumpukan material pasir dan batu (sirtu) serta batuan di bantaran sungai yang merupakan tinggalan aktifitas masyarakat.

“Lokasi kegiatan ini berada di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi PT. Monumen Energi Nusantara (MEN), tepatnya di prospek Blok 2. Lokasi kegiatan ini milik dari masyarakat dan belum ada pembebasan lahan oleh pihak perusahaan,” kata Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan Hidup, Pengelolaan Sampah dan Bahan Berbahaya Beracun DLH Bolmong, Deasy Makalalag, Senin (5/4/2021) dikutip dari Pantau24.com, media sindikasi Zonautara.com.

Selain di prospek Blok 2, DLH Bolmong juga menemukan kegiatan yang sama di prospek Blok 3 serta di antara Blok 2 dan Blok 3.

“Jumlah keseluruhan excavator yang terdata ada sekitar 19 unit. Itu milik dari masyarakat,” kata Deasy.

Terkait temuan tersebut, DLH Bolmong menyampaikan surat pemberitahuan yang ditujukan kepada Sangadi Desa Totabuan agar pemerintah desa dapat menghentikan semua jenis kegiatan penambangan dan pengolahan mineral logam yang dilakukan di sepanjang bantaran Sungai Dumoga atau yang juga disebut oleh masyarakat sebagai Sungai Ongkag di Desa Totabuan.

Dalam surat tersebut DLH Bolmong meminta kepada para pelaku usaha agar mentaati seluruh persyaratan perizinan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Pasalnya menurut Deasy Makalalag, jika terjadi pencemaran serta kerusakan lingkungan dan berdampak negatif kepada masyarakat akibat dari aktivitas penambangan dan pengolahan mineral logam yang dilakukan, maka segala konsekuensinya secara hukum menjadi tanggung jawab pelaku usaha.

“Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 36 jelas disebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan,” ungkap Deasy.

Berikut pasal dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang mengatur tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:

  • Pasal 36 : Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki IZIN LINGKUNGAN;
  • Pasal 109 : Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki Izin Lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit satu milyar dan paling banyak tiga milyar.
  • Pasal 98 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah).

Apabila perbuatan sebagaimana ayat 1 mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sediki tRp. 4.000.000.000 (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 12.000.000.000 (dua belas milyar rupiah).

Apabila perbuatan sebagaimana ayat 1 mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000 (lima belas milyar rupiah).

  • Pasal 99 : Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu air, baku mutu udara ambien atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta denda paling sedikit satu milyar rupiah dan paling banyak tiga milyar rupiah.

Apabila perbuatan sebagaimana ayat 1 mengakibatkan orang luka dan atau bahaya kesehatan manusia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua ) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit dua milyar rupiah dan paling banyak enam milyar rupiah.

Apabila perbuatan sebagaimana ayat 1 mengakibatkan orang luka berat atau mati dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit tiga milyar rupiah dan paling banyak sembilan milyar rupiah.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com