ZONAUTARA.com – Beberapa hari belakangan nama Camelia Mentu (31) menjadi viral di media sosial (medsos) dan ramai diperbincangkan. Itu karena aksi Camelia atau Amel yang menggelar protes ke pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kotamobagu pada Senin (12/4/2021).
Aksi Amel menarik perhatian, sebab dia melakukannya seorang diri sambil membentang beberapa kartun bertuliskan protes keras terhadap kebijakan manajemen RSUD Kotamobagu yang dianggapnya tidak adil karena merumahkan dirinya secara sepihak sebagai tenaga harian lepas (THL).
Manajemen RSUD Kotamobagu dituduh Amel memberhentikan dirinya dan sekitar 60 THL lainnya tanpa membayarkan upah mereka selama 3 bulan. Amel telah bekerja di RSUD Kotamobagu sebagai bidan sejak Maret 2017 sebagai tenaga sukarela dan mendapat kontrak THL sejak Januari 2019.
Merespon aksi protes itu, pihak manajemen RSUD Kotamobagu pun menggelar konferensi pers. Kepala Bagian Tata Usaha RSUD Kotamobagu, Hendry Kolopita, mengatakan, protes Amel yang menuntut pembayaran gaji tiga bulan dari Januari hingga Maret itu dianggap tidak berdasar. Sebab, hingga saat ini belum ada Surat Keputusan (SK) terkait dengan pengangkatan THL untuk tahun anggaran 2021.
“Pengangkatan THL di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kotamobagu, pada setiap tahun anggarannya, pasti akan berakhir pada bulan Desember, sama juga dengan di RSUD. Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2021, hampir semua (OPD), belum melakukan pengangkatan THL,” kata Hendri, Rabu, (14/04), di Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kotamobagu.
Menurut Hendri, manajemen RSUD Kotamobagu sudah mengeluarkan Surat Edaran kepada THL tahun anggaran 2020, bahwa terhitung sejak Januari belum ada status THL, sambil menunggu diterbitkannya SK pengangkatan.
“Kebetulan saya sendiri yang membacakannya (saat apel perdana). Isi dari surat edaran tersebut yang pertama, ditujukan kepada teman-teman THL 2020, per 1 Januari semua statusnya sama, yakni sukarela. Dengan ketentuan, harus mematuhi aturan rumah sakit kalau masih mau bekerja. Yang kedua, tidak menuntut upah atau gaji, sampai dengan diterbitkannya SK pengangkatan. Dan yang ketiga, apabila keberatan dengan ketentuan tersebut, bisa mengajukan permohonan pengunduran diri. Itu (surat edaran) dibacakan pada tanggal 4 Januari 2021,” jelas Hendri.
Hendri menjelaskan ada beberapa (THL 2020) yang bahkan langsung mengajukan permohonan diri untuk pindah kerja di tempat lain. Tapi ada juga yang tetap bertahan di rumah sakit sebagai tenaga sukarela.
“Jadi terkait isu yang berkembang di luar, bahwa yang lain sudah menerima gaji dan yang bersangkutan tidak menerima gaji itu tidak benar,” kata Hendri.
Berbeda dengan pernyataan pihak rumah sakit, ditemani beberapa bekas THL RSUD Kotamobagu lainnya, kepada Zonautara.com, Amel mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah menerima pemberitahuan soal surat edaran itu baik lisan atau tulisan.
“Saat apel perdana, yang diwajibkan hadir hanya pegawai dan CPNS saja. Selama ini THL tidak diundang. Jadi ada yang (mengaku) mendengar, ada juga yang tidak,” kata Amel, saat dikunjungi Zonautara.com Rabu, (14/04) di kediamannya, di Desa Tabang.
Amel pun mengaku dirinya masih dituntut untuk bekerja selayaknya THL. Mereka bahkan masih melakukan absensi sidik jari sebagaimana saat menjadi THL, padahal ada absensi sendiri untuk tenaga sukarela.
“Kalau ada pemberitahuan dan tidak sepihak, kami bisa terima. Sebab, kami akan tahu status kami. Ini kami dituntut untuk terus bekerja. Bahkan kami diwajibkan tetap bekerja agar bisa diakomodir lagi sebagai THL. Misalnya jika kami terlambat, diancam akan dipotong gaji. Kami tetap kerja dengan pola itu selama 3 bulan berturut-turut. Tapi setelah ada pemberitahuan untuk tanda tangan gaji, nama kami justru tidak ada di daftar lagi. Diganti dengan nama baru padahal mereka baru masuk kerja,” keluh Amel.
Beberapa rekannya bahkan diminta harus masuk sebagai tim pemulasaran jenazah Covid-19, di saat banyak yang menolak. Amel juga menceritakan bahwa dirinya masih terdaftar sebagai penerima suntikan vaksin Covid-19 dalam kluster tenaga kesehatan. Hal itu membuktikan bahwa dirinya dan rekan-rekan lainnya masih dihitung sebagai tenaga kesehatan di RSUD Kotamobagu.
Sebelumnya, Kasubid Pengadaan dan Pemberhentian BKPP Kotamobagu, Alfi Syahrin Rustam, sempat menjelaskan kepada Zonautara.com tentang perkembangan kontrak THL di lingkup Pemerintah Kota Kotamobagu. Dirinya membenarkan, terjadi pengurangan jumlah THL.
“Untuk kontrak 12 bulan terhitung Januari. Dan untuk 9 bulan, terhitung April. Sedangkan, jumlah THL tahun 2020 ada sebanyak 1.504, dan menjadi 1.477 THL pada tahun 2021,” kata Alfi seminggu sebelum Amel melakukan protes.
Namun Alfi juga mengatakan, tidak bisa merinci di instasi mana saja THL paling banyak dikurangi. Hanya saja menurut Alfi berdasarkan kebutuhan daerah, tidak ada pengurangan THL di rumah sakit dan di Dinas Lingkungan Hidup.
“Pengurangan ini melihat komposisi jabatan, melihat komposisi kantor. Misal kantornya besar, ada kemungkinan bertambah, kalau kantornya kecil dan jumlah THL banyak, tentu akan dikurangi,” ujar Alfi.
Alasan Amel memilih lakukan protes
Tak sendirian, Amel saat ini mendapat penguatan dan dukungan dari para THL yang bernasib serupa, tapi memilih mengurungkan niat dan tidak berani protes terang-terangan, karena takut identitas mereka tersebar dan khawatir berimbas pada peluang kerja mereka hingga ke daerah-daerah tetangga.
“Sebenarnya, yang janjian untuk melakukan aksi protes ada banyak orang, hanya saja pas mau hari H, yang lain memilih mundur karena takut. Mereka takut akan masuk blacklist dan diboikot untuk kesempatan kerja di sini (Kotamobagu) dan di Lolak (Bolmong). Selain itu, ada juga yang takut suami atau keluarga mereka yang bekerja di lingkup pemerintahan juga akan terkena imbas,” aku Amel.
Ibu dari tiga anak ini menceritakan dirinya tidak ada pilihan. Sebab, ada banyak ketidakadilan yang dirasakan orang-orang yang tidak memiliki bekingan seperti dirinya, meski sudah mengabdi selama bertahun-tahun.
“Ada juga teman yang sudah kerja 7 tahun sebagai THL ikut dikeluarkan. Pokoknya kalau tidak ada “power” atau kedekatan dengan orang penting akan mengalami nasib serupa. Tapi kalau ada bekingan, aman-aman saja. Banyak juga yang bahkan sudah mendapat SP1, tapi karena berkeluarga dengan orang penting, namanya tetap ada. Demi ketidakadilan itu semua, tidak apa jika identitas saya harus tersebar luas. Bahkan mungkin bila nanti memang akan di-blacklist, dan susah mendapat kerja, tidak apa-apa! Selagi saya bisa berbuat, berjuang untuk kebenaran dan keadilan bukan untuk saya saja, tapi untuk banyak orang. Itu jerih payah kami! Tak sedikit teman-teman yang harus ngutang dulu, kasihan namanya justru dikeluarkan,” kata Amel.
RSUD Kotamobagu dikecam
Apa yang dialami Camelia Mentu dan rekan sejawatnya mendapat kecaman dari sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bolaang Mongondow (Bolmong).
“Saat pandemi yang menuntut tenaga kesehatan harus ekstra bekerja lebih keras di banding yang lain, di Kotamobagu malah ada yang mendapat perlakuan seperti ini. Apa yang salah dengan manajemen rumah sakit, sehingga ketidakadilan dan kesan nepotisme justru mencuat. Kekacauan seperti ini bisa berpengaruh pada buruknya pelayanan terhadap masyarakat. Bagaimana bisa melayani orang sakit, jika tenaga kesehatannya secara psikologi juga sudah disakiti,” ujar Wakil Ketua 1 PMII Cabang Bolmong, Samsul, Jumat, (16/04).
PMII Cabang Bolmong menuntut pihak Komisi 3 DPRD Kota Kotamobagu menindaklanjuti apa yang dialami oleh Amel dan kawan-kawannya.
“Kami akan mengawal kasus ini hingga akhir, termasuk juga akan berupaya untuk sama-sama membawa kasus ini ke Komisi 3, agar bisa dilakukan rapat dengar pendapat, dengan harapan ke depan kejadian seperti ini tidak terjadi lagi,” tegas Samsul.
Kecaman juga datang dari warganet yang ramai mengomentari aksi protes Amel itu.
Senada dengan Samsul, Amel berharap lewat aksinya bisa mewakili aspirasi teman-temannya yang selama ini takut, serta bisa membawa perubahan yang lebih baik, terutama terhadap sikap manajemen RSUD Kotamobagu.
“Semoga semuanya bisa menjadi lebih baik, ketidakadilan tidak terjadi lagi di RSUD yang kita banggakan bersama,” harap Amel.