ZONAUTARA.com – Polri telah menetapkan Shindy Paul Soerjomoelyono sebagai tersangka. Pria yang lebih dikenal dengan nama Jozeph Paul Zhang ini dipolisikan gegara konten Youtube yang diunggahnya dan dianggap mengandung unsur intoleran dan menistakan agama.
“Iya sudah (tersangka), kemarin,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono, Selasa (20/4/2021), dikutip dari Detik.com.
Menurut Rusdi penetapan tersangka terhadap Jozeph Paul Zhang karena dia diduga melakukan ujaran kebencian melalui video di Youtube. Jozeph melontarkan sejumlah kalimat yang bersifat penodaan agama.
“Ujaran kebencian dan penodaan agama,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia melakukan sejumlah langkah terkait viralnya konten video ujaran kebencian milik Jozeph Paul Zhang alias Shindy Paul Soerjomoelyono. Sejumlah konten milik Jozeph Paul Zhang kini diblokir.
Mulanya, Kemkominfo mengirimkan permintaan blokir terhadap 7 konten dugaan ujaran kebencian kepada YouTube. Permintaan itu terkirim pada 18 April 2021.
“Pada tanggal 19 April 2021, 7 konten di YouTube tersebut telah diblokir dan tidak dapat diakses lagi oleh warganet,” ujar juru bicara Kementerian Kominfo, Dedy Permadi, dalam keterangannya, Selasa (20/4).
Saat ini, Kemkominfo masih melakukan patroli siber untuk mencari konten-konten ujaran kebencian milik Jozeph Paul Zhang. Jika ditemukan, Kemkominfo akan mengirimkan kembali permintaan blokir kepada YouTube.
Jozeph Paul Zhang saat ini tidak berada di Indonesia, dia disebut-sebut tengah berada di Jerman. Meski begitu, Kemkominfo memastikan Jozeph Paul Zhang tetap dapat dijerat dengan UU ITE.
“Tindakan yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai pembuatan konten yang melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A yang berbunyi: ‘Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000’,” jelas Dedy.