ZONAUTARA.com – Kadispenal Laksamana Pertama TN Julius Widjojono memastikan ada tabung oksigen di dalam kapal selam KRI Nanggala-402 yang hilang dan masih terus dicari hingga saat ini.
“Ada,” ujar Kadispenal Laksamana Pertama TNI Julius Widjojono, kepada wartawan, Kamis (22/4/20210), dikutip dari Detik.com
Namun Julius tidak merinci berapa jumlah tabung oksigen yang disiapkan dalam kapal selam.
Julius juga menjelaskan bahwa operasional kapal selam itu tergantung pada kemampuan baterai. Jika kapasitas baterai besar maka kehidupan di dalam kapal selam bisa bertahan lama sampai berhari-hari.
“Kalau baterai tahan lama, berjam jam pun nggak apa-apa, berhari-hari pun nggak masalah. Dari baterai diubah akan menjadi teknologi nuklir yang lebih lama dia di bawah air. Selain kecepatan juga tenaganya, nuklir lebih efektif. Kalau baterai itu harus isi ke permukaan, naik ke permukaan, diisi, dicharge begitu, setelah penuh, turun lagi,” sambungnya.
Hingga Kamis siang, pencarian terhadap KRI Nanggala-402 yang hilang di perairan Bali pada Rabu kemarin terus dilakukan. Belum ada tanda-tanda keberadaan kapal militer tersebut.
Berdasarkan keterangan tertulis Biro Humas Kemhan, KRI Nanggala-402 meminta izin menyelam pada pukul 03.00 WIB, Rabu (21/4) kemarin. Setelah diberi izin, KRI Nanggala-402 hilang kontak.
Belum ditemukan
Keterangan dari Kapuspen TNI Mayjen Achmad Riad membantah kabar simpang siur yang menyebutkan bahwa KRI Nanggala-402 sudah ditemukan.
“Selanjutnya dari temuan tersebut juga ada laporan di samping temuan minyak KRI REM 331 melaporkan telah terdeteksi pergerakan di bawah air dengan kecepatan 2,5 knot kontak tersebut kemudian hilang sehingga masih tidak cukup untuk mengidentifikasi kontak dimaksud sebagai kapal selam,” kata Achmad Riad.
Achmad Riad menegaskan kabar yang menyebutkan KRI Nanggala-402 sudah ditemukan tak bisa jadi rujukan.
“Jadi saya tegaskan kembali berbagai berita yang disampaikan sudah ditemukan 21 jam itu sebenarnya belum bisa digunakan sebagai dasar. Oleh karena itu saya berharap kepada rekan-rekan media untuk tidak membuat analisa, tidak memberitakan yang mungkin belum dipastikan kebenarannya sehingga memberikan ketenangan kepada masyarakat khususnya informasi ini,” tutur Achmad Riad.