ZONAUTARA.COM – Lengkap dengan masker dan sarung tangan, Cicin Mokodompit, (21), perempuan cantik asal Desa Otam Barat, Kecamatan Passi Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) berkeliling lokasi tuntul atau pasang lampu untuk menjajakan dondoyog.
Dondoyog adalah kuliner khas Mongondow berbahan dasar sagu, gula aren, santan dan kacang, yang biasa dijual saat bulan Ramadan.
Bagi Cicin, menjajakan Dondoyog bukanlah hal baru. Ia sudah melakukannya sejak masih berusia tujuh tahun. Dulu yang dijual adalah Dondoyog buatan ibunya, saat ini Cicin sudah menjual Dondoyog buatannya sendiri.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini Cicin harus menjajakan kuliner ini dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes). Semua dia lakukan agar terhindar dari penularan virus Covid-19.
“Takut juga tertular, selain itu, terkadang pembeli juga merasa lebih aman berbelanja kalau yang menjual menggunakan masker. Barangkali mereka juga takut,” kata Cicin.
Menurut Cicin, menjajakan Dondoyog saat pandemi lebih sulit daripada sebelum pandemi. Sebab, selain daya beli masyarakat yang kurang, potensi tertular Covid-19 juga selalu ada.
“Kita tidak tahu kalau orang yang kita temui steril atau tidak. Jadi harus selalu berjaga. Tak hanya itu, penggunaan masker cukup membuat sesak napas. Soalnya, kitakan berjalan kaki dengan keadaan tertutup masker, tapi mau bagaimana, sudah menjadi tantangan tersendiri, asal tidak tertular dan menularkan,” ujarnya.
Hal serupa juga dikatakan oleh Sintia Claudia Hamim, (17), walau baru tahu pertama jualan Dondoyog, dirinya mengaku butuh kerja keras untuk bisa terbiasa menggunakan masker.
“Awal-awal agak sesak. Kan jalan kaki jadi agak ngos-ngosan. Cuma lama-lama terbiasa. Daripada tertular, ya mending taat protokol. Harus sedia masker dan handsainitazer saat mau jualan,” singkatnya.