ZONAUTARA.com – Verisk Maplecroft baru saja menerbitkan laporan “Asian cities in eye of enironemental strom – global rangking” pada 12 Mei 2021. Laporan itu ditulis oleh Head of Environment and Climate Change Research, Will Nichols.
Verisk Maplecroft juga merilis daftar 100 kota di dunia yang menghadapi risiko lingkungan terbesar. Sebanyak 99 kota di antaranya berada di Asia, sementara Eropa menjadi rumah bagi 14 dari 20 kota teraman.
Laporan itu menyebut sekitar 1,5 miliar orang tinggal di kota yang menghadapi risiko tinggi atau ekstrim.
Jakarta dalam laporan tersebut ditempatkan sebagai kota paling rentan di dunia terhadap risiko lingkungan.
Naiknya permukaan laut dan penurunan tanah yang disebabkan menipisnya akuifer alami di bawah kota karena orang memompa air keluar dari tanah untuk minum dan mencuci menjadikan Jakarta sebagai kota yang diramal paling cepat tenggelam di dunia, apalagi banjir yang kerap terjadi, Jakarta diprediksi tenggelam pada 2050.
Jakarta juga memiliki polusi udara karena pembangkit listrik tenaga batu bara di dekatnya. Situasinya sangat buruk sehingga pemerintah Indonesia berencana untuk memindahkan ibu kotanya.
Pengamatan tata kota, Yayat Supriyatna mengatakan ramalan DKI Jakarta sebagai kota yang akan tenggelam bukan pertama kali dilakukan. Menurut dia, sudah banyak para peneliti bahkan dari tanah air pun pernah merilisnya.
“Sebetulnya ini sudah lama diramalkan, bahkan kajian peneliti Indonesia pun sudah memperkirakan itu, ada yang bilang 2045, ada yang bilang 2050 potensi kenaikan airnya itu sampai Monas dan sekitarnya,” ujar Yayat dikutip dari detikcom, Jumat (14/5).
Menurutnya penggunaan air tanah di wilayah ibu kota masih dilakukan oleh masyarakat hingga gedung-gedung pencakar langit, seperti kantor hingga pusat perbelanjaan.
“Sebetulnya penurunan permukaan tanah dan kenaikan permukaan air laut, pengambilan air tanah mempercepat (Jakarta tenggelam),” ujarnya.
Menurut Yayat ada 2 cara supaya Jakarta tidak tenggelam. Pertama, segera merealisasikan proyek pembangunan tanggul pengaman pantai atau giant sea wall di wilayah Jakarta Utara. Kedua, moratorium pengambilan air tanah.
“Jadi kalau Jakarta tidak mau tenggelam harus ada komitmen yang sungguh-sungguh menghentikan air tanah,” katanya.
Penghentian penggunaan air tanah diganti dengan pemanfaatan air baku dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Saat ini sudah ada SPAM Regional Jatiluhur I yang akan menyuplai air baku pada tahun 2024.
Selain itu ada proyek Bendungan Karian di Lebak, Banten. Bendungan ini nantinya akan memasok air baku untuk wilayah Banten dan Jakarta.
“Jadi yang harus dipersiapkan kapan kita bisa mengupayakan pengambilan air tanah kemudian tersedia air baku yang cukup. Apakah semua rumah di Jakarta mendapat jaringan perpipaan kan belum. Kedua, apakah ada gedung yang berani menyatakan saya sudah tidak mengambil air tanah, tidak ada sama sekali,” ujarnya.
| Detik.com