ZONAUTARA.com – Negara terbaik dalam penanganan pandemi Covid-19 jatuh kepada Brunei Darussalam. Saat negara tetangganya di ASEAN masih kesulitan meredam lonjakan kasus, negara ini berhasil meminimalisir kasus. Tercatat hanya hitungan jari kasus Covid-19 yang ditemukan selama beberapa hari.
Akhir pekan kemarin, dua kasus terdeteksi dan pemerintah segera melakukan pelacakan dan investigasi ketat mengenai kontak dengan pasien, hasilnya tidak ada kontak erat yang berhubungan dengan dua pasien tersebut.
Brunei berhasil mencetak 0 kasus selama 430 hari. Bahkan hingga saat ini, dari 282 total kasus, sekitar 256 orang sudah sembuh dari infeksi Covid-19, an hanya tiga orang yang meninggal dunia akibat wabah ini.
Mengutip East Asia Forum, seorang peneliti bernama Nadia Azierah Hamdan dan William Case dari University of Nottingham Malaysia menyampaikan analisisnya. Dalam artikel berjudul “Behind Brunei’s COVID-19 Success Story” mereka menyebut strategi negeri Sultan Hassanal Bolkiah dalam memerangi pandemi.
Di awal 2020, langkah pencegahan Brunei Darussalam sudah dilakukan ketika corona pertama menyebar secara global dari episentrum saat itu, Wuhan, Hubei, China. Tepatnya pada Januari 2020, saat corona pertama mewabah di dunia, Brunei mengambil langkah tegas untuk melarang pelancong dari Hubei memasuki negara itu.
Pada Februari, pejabat menyaring kedatangan dari semua negara dengan cara melakukan pemeriksaan suhu di titik-titik masuk. Pada 9 Maret, Brunei mendeteksi dan kasus menyebar hingga mencapai 100 dalam waktu 15 hari.
Hal ini dipicu dengan adanya seorang jemaah majelis taklim yang berkunjung ke Malaysia. Setelah itu, Brunei langsung mengambil tindak tegas dengan mengikuti aturan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), melakukan jaga jarak serta isolasi mandiri untuk warga yang terinfeksi virus Covid-19, termasuk menutup sementara tempat-tempat ibadah untuk menekan laju penularan.
Rencana deeskalasi dan tanggapan yang sangat cepat segera diberlakukan, hal ini juga diperkuat dengan anggaran sebanyak 15 juta dolar Brunei atau sekitar Rp 160 miliar untuk penanganan wabah Covid-19.
Di sisi lain, komunikasi pemerintah dengan masyarakat pun dipermudah, otoritas memaksimalkan pemberitaan di media sosial serta televisi yang didukung dengan layanan hotline 24 jam untuk pertanyaan seputar Covid-19.
Kemudian bagi yang melanggar, akan dikenakan hukuman berupa denda dan pemenjaraan.
Selain itu, rezim kesultanan dianggap efektif membuat keputusan eksekutif dengan output yang efektif. Sebagai Monarki Islam Melayu, pemerintah Brunei dianggap sensitif terhadap kebutuhan spiritual warga.
Penanganan pandemi pun tak lepas dari dukungan pemerintah dan warga negara. Dalam pemberitaan The Star, antara pemerintah dan warga sama-sama disiplin menerapkan pembatasan mobilitas. Ini juga berlaku untuk larangan berkumpul massa, termasuk pelacakan kontak berbasis teknologi dan karantina.
“Melalui seluruh pendekatan pemerintah dan ditambah dengan kepatuhan warga dan penduduk terhadap peraturan kesehatan dan keselamatan selama pandemi, Brunei telah secara sistematis mencabut pembatasan,” tulis media itu.
Saat ini, Negara Brunei sudah hampir menjalani kehidupannya secara normal sejak 21 Mei 2021. Kegiatan massal dan perkumpulan sudah boleh dilakukan.