ZONAUTARA.COM – Mengenakan pakaian adat Minangkabau, Ketua DPR RI Puan Maharani mendapat reaksi dari sejumlah elemen di tanah Minangkabau.
Pilihan Puan tersebut membuat masyarakat Minangkabau merasa bangga.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Organisasi Bundo Kanduang Minangkabau Sumatera Barat, Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib.
Raudah menilai Puan turut memperkenalkan dan melestarikan budaya Minangkabau.
“Secara tidak langsung, Puan ikut memperkenalkan Budaya Minangkabau lewat pakaian adat yang terkenal dengan sistem matrilineal,” kata Raudah Thaib, Selasa (17/8).
Sastrawan Minangkabau itu juga mengatakan pakaian yang digunakan Puan tersebut merupakan pakaian adat yang berasal dari Lintau, Tanah Datar, Sumatera Barat. Namun sudah dilakukan beberapa modifikasi pada beberapa detailnya.
Pakaian adat Lintau yang digunakan Puan, kata Raudah bernama Takuluak Tanduak Balenggek, yang digunakan oleh perempuan keturunan Raja Minang atau anak Penghulu pada saat baralek atau pesta pernikahan. Takuluak berarti kain untuk menutup rambut dan kepala, tanduak artinya tanduk, karena merujuk tanduk kerbau yang menjadi ciri khas Minangkabau, sedangkan balenggek memiliki arti bertingkat.
“Pakaian itu dikenakan oleh perempuan Minangkabau pada saat baralek gadang (pesta pernikahan). Namun yang boleh menggunakan itu hanya kemenakan rajo atau anak penghulu Minangkabau,” jelas Raudah Thaib.
Raudah menyatakan, Puan Maharani merupakan anak seorang Datuak Minangkabau. Tidak hanya itu, Megawati, Ibu Puan juga sudah pernah diberi gala (gelar) kekerabatan Puti Reno Nilam oleh Istano Salinduang Bulan Pagaruyung pada saat beliau menjabat sebagai Presiden. Jadi Puan layak untuk mengenakannya.
“Secara keturunan, Puan merupakan anak seorang Datuak dari Nagasi Sabu, Tanah Datar. Bahkan menurut berbagai sumber, neneknya pun juga berasal dari pesisir Minangkabau,” jelas Raudah.
Raudah menjelaskan pakaian tangkuluak tanduak itu menunjukkan kebesaran, kemegahan, dan kemuliaan perempuan di Minangkabau. Kehormatan dan kebesaran perempuan Minangkabau ditunjukkan melalui pakaian yang ia kenakan. Pakaian yang menunjukkan perempuan minang tidak berada di bawah otokrasi suaminya. Perempuan minang di manapun berada akan berpakaian sesuai dari asal nagarinya masing-masing, di mana tempat kerajaannya yang sesungguhnya.
“Di Minang, perempuanlah yang memiliki harta pusaka, bapandam bapakuburan. Sehingga tidak terpengaruh dari budaya yang dibawa oleh suaminya, oleh karena itu, ia tetap menggunakan pakaian kebesaran nagari tempat ia berasal,” jelas Raudah Thaib.
Setiap nagari, menurut Raudhah Thaib, memiliki pakaian adat yang berbeda-beda. Ketika perempuan Minang menikah bukan dengan orang yang berasal dari nagari yang sama, maka si perempuan itu akan mudah dikenali dari mana ia berasal melalui pakaian yang ia kenakan.
“Memiliki harta pusaka yang tidak terikat dengan nasal suaminya berada, sehingga dia memiliki marwah dan martabatnya sendiri” tegas Raudah.
Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy mengaku bangga dan menyebut Puan terlihat cantik dan anggun dengan busana tersebut.
“Bu Puan terlihat makin cantik dengan busana tersebut,” kata Audy di Istana Gubernuran Sumbar.
Audy sangat yakin Puan Maharani sangat bangga mengenakan busana Minang, karena punya garis keturunan dari Minangkabau. Kebanggaan yang sama juga dirasakan oleh masyarakat Sumatera Barat.
“Pasti bangga juga beliau mengenakan itu. Begitupun juga dengan kami di Sumatera Barat. Luar biasa ya,” katanya.
Audy menyampaikan pengetahuannya mengenai puan yang diduga memiliki darah Minangkabau.
“Memang setahu kami beliau ada keturunan Minang,” tandasnya.