ZONAUTARA.com – Perilaku egois manusia telah dipelajari oleh berbagai ilmuwan dan filsuf sejak dahulu kala. Penelitian menunjukkan bahwa orang lebih tertarik dengan perilaku altruistic karena merasa mendapat banyak manfaat darinya. Sayangnya, masa krisis pandemi meningkatkan tindakan egois manusia.
Virus corona tidak hanya menghancurkan populasi kita dan menempatkan manusia dalam kecemasan tiada tara. Ia juga telah membuat kita begitu egois dan mengutamakan kebutuhan kita sendiri.
Karena pandemi, rasisme makin mencolok, orang makin egois kepada orang lain. Lalu, dari mana datangnya perilaku egois yang diperparah oleh serangkai krisis pandemi ini? Paul Ratner dalam The Big Think menjelaskan bagaimana asal mula keegoisan manusia.
Filsuf Inggris, Tomas Hobbes, di tehun 1600an menjelaskan bahwa kepentingan pribadi adalah motivasi manusia yang paling mendasar. Namun, bertindak demi kepentingan pribadi tak melulu adad alma pikiran kita. Perilaku egois manusia dapat diimbangi dengan alturis.
Ratner mengutip pendapat seorang psikolog F. Diane Barth, bahwa keegeoisan memiliki dua pilar utama, yaitu memperhatikan diri sendiri secara berlebihan, dan tidak memperhatikan kebutuhan serta perasaan orang lain.
Sebuah studi di tahun 2020 dengan judul Generosity pays: Selfish People Have Fewer Children andEearn Less Money mencari tahu apakah orang yang memprioritaskan keegeoisannya memiliki hidup yang lebih baik.
Penelitian yang dipimpin oleh Kimmo Eriksson dari Universitas Stockholm ini membandingkan beberapa faktor seperti pendapatan tahunan dan jumlah anak biologis. Mereka menganalisis tanggapan dari 5294 orang Amerika terhadap opini publik General Social Survey (GSS) antara tahun 2002 dan 2014, serta tanggapan Eropa terhadap European Social Survey (ESS).
Peneliti menemukan bahwa 68 persen orang percaya bahwa keegoisan adalah sifat umum yang menghasilkan lebih banyak uang. Padahal, nyatanya orang yang berperilaku tanpa pamrih memiliki pendapatan lebih tinggi dan memiliki lebih banyak anak.
Penelitian lain yang dilakukan pada tahun 2016-2017 dari UCLA menemukan bahwa area korteks prefrontal yang secara khusus dapat terpengaruh untuk membuat seseorang kurang memberi atau menjadi egois.
Faktor lain yang dapat mendasari keegoisan seseorang adalah mereka sulit untuk mendeteksi keegoisan dalam diri mereka. Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Communication ini mengungkapkan bahwa seseorang cenderung mengingat diri mereka sendiri telah berbuat baik pada orang lain, padahal tidak sepadan dengan kenyataannya.
Ratner mengungkapkan bahwa mendapatkan pemahaman lebih terhadap perilaku egois yang mementingkan diri sendiri, serta apa saja perilaku yang mementingkan orang lain merupakan tanggung jawab masing-masing orang.