ZONAUTARA.com – Berbagai negara termasuk Indonesia kini sedang menghadapi gelombang ketiga pandemi Covid-19, yang salah satunya disebabkan penularan yang cepat dari varian Omicron. Kasus positif Covid-19 dalam beberapa pekan terus naik, karena semakin banyak yang tertular varian Omicron.
Belum kelar penanganan terhadap varian Omicron, kini para peneliti Covid-19 menyebut sudah terdeteksi lagi subvarian baru dari varian Omicron yang dikodekan sebagai subvarian BA.2.
Banyak kalangan menyebut subvarian BA.2 ini sebagai ‘siluman Omicron’. Hal ini karena ketika tes PCR sampel tidak muncul sebagai kegagalan target gen S, seperti pada varian Omicron. Oleh karena itu, Lab harus mengambil langkah ekstra dan mengurutkan virus untuk menemukan varian ini.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC AS) memperkirakan sekitar 4 persen warga AS positif Covid-19 sekarang memiliki infeksi yang disebabkan oleh BA.2, tetapi banyak negara yang lebih berpengalaman dengan varian ini.
Berdasarkan data dari seluruh negara, tingkat keparahan subvarian BA.2 sekitar 30 persen hingga 50 persen lebih menular daripada Omicron. Varian itu telah terdeteksi di 74 negara dan 47 negara bagian AS.
Kini, sedikitnya 10 negara sudah mendeteksi varian ini, di antaranya Bangladesh, Brunei, China, Denmark, Guam, India, Montenegro, Nepal, Pakistan dan Filipina.
Temuan gejala serius pada subvarian BA.2 itu diunggah sebagai studi pracetak di bioRxiv dalam sebuah penelitian jurnal medis. Pracetak berarti penelitian itu belum ditinjau sejawat atau belum peer review.
Subvarian BA.2 diberi perhatian serius
Para ahli di Jepang juga memberi perhatian serius pada ‘siluman Omicron’ ini. Mereka menilai subvarian BA.2 tidak hanya dapat menyebar lebih cepat dari mutasi lainnya, tetapi juga varian ini dapat menyebabkan infeksi dengan gejala serius seperti varian sebelumnya termasuk varian Delta.
Dalam unggahan di jurnal bioRxiv, para ahli menyebut bahwa subvarian BA.2 resisten terhadap beberapa pengobatan termasuk sotrovimab, antibodi monoklonal yang saat ini digunakan untuk melawan Omicron.
Subvarian BA.2 dapat menembus imun seseorang yang sudah mendapatkan suntikan vaksin Covid-19. Namun para ahli juga mengklaim jika suntikan booster bisa menmghindari gejala serius sekitar 74 persen.
“Mungkin dari sudut pandang manusia, virus yang lebih buruk daripada BA.1 mungkin dapat menular dan menyebabkan penyakit yang lebih buruk,” kata Daniel Rhoads, kepala bagian mikrobiologi di Klinik Cleveland, Ohio.
Tim peneliti menganggap mutasi BA.2 sangat bermutasi dibandingkan dengan virus penyebab Covid-19, yang pertama muncul di Wuhan, China. Varian itu juga memiliki lusinan perubahan gen yang berbeda dari strain Omicron asli.
Hal itu membuat BA.2 berbeda dari varian virus terbaru seperti varian Alpha, Beta, Gamma dan Delta.
Kei Sato, peneliti di Universitas Tokyo yang melakukan penelitian, berpendapat temuan ini membuktikan BA.2 tidak boleh dianggap sebagai jenis Omicron, dan perlu dipantau lebih ketat.
Sumber: CNN Indonesia