ZONAUTARA.com – Polri telah menangkap 3 orang dari 4 tersangka dalam kasus penipuan robot trading Viral Blast yang sebelumnya telah dilaporkan oleh member Viral Blast ke Polda Metro Jaya.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Kkhusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri membenarkan bahwa polisi telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini.
“Ada satu tersangka yang masih DPO, ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Selasa (22/2022) dikutip dari detiknews.
Adapun tiga tersangka yang sudah ditangkap adalah RPW, ZHP dan MU. Sementara satu lagi, PW masih diburu Bareskrim Mabes Polri.
Sesuai penjelasan Dirtipideksus Bareskrim Brigjen Whisbu Hermawan, total member Viral Blast mencapai 12 ribu orang.
Menurut Whisnu, Viral Blast berdiri sejak 2020, dibawah PT Trust Global Karya. Perusahaan ini ternyata ilegal karena tidak mempunyai izin dari Otoritas Jaga Keuangan (OJK).
Dari para tersangka, Polisi menyita sejumlah barang bukti berupa uang senilai SGD 1.850.000, uang dengan nilai Rp 12.000.000, kartu ATM sebanyak 12 buah, 4 unit mobil mewah, dan 8 buah handphone.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 juncto Pasal 10 Undang-Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pasal 105 juncto Pasal 9 dan/atau Pasal 106 juncto Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Ancaman hukumannya 15 dan 10 tahun penjara.
Modus Viral Blast tipu member
Bagaimana hingga member Viral Blast bisa tertipu dan mau menginvestasikan uang mereka di sistem robot trading ini?
Bareskrim mengungkapkan bahwa uang member yang disetorkan ke Viral Blast tidak diinvestasikan. Para penyelenggara Viral Blast menggunakan uang para member untuk kepentingan mereka sendiri.
“Dengan skema ponzi method withdraw itu sejatinya adalah diambil dari uang yang disebarkan oleh para nasabah itu sendiri. Jadi uang yang dikumpulkan itu tidak dilaksanakan dengan seharusnya. Dalam pelaksanaannya disetorkan ke exchanger untuk kemudian dibagi atau didistribusikan kepada para pengurus dan leader-nya,” ujar Whisnu.
Dalam promosinya, Viral Blast menggunakan jasa influencer untuk mempromosikan robot trading itu. Viral Blast dipromosikan seolah-olah legal di Indonesia, padahal tidak.
“Banyaknya influencer yang mengatakan bahwa, ‘produk ini produk legal, menguntungkan dan tidak mungkin rugi. Jadi silakan melakukan kegiatan atau masuk ke dalam kegiatan robot trading’,” bebernya.
Selain itu, Whisnu menyebut para influencer memamerkan kekayaan mereka dengan trading di Viral Blast. Hal itu dilakukan untuk memancing daya tarik masyarakat.
“Kemudian ada lagi, influencer yang menggembor-gemborkan kekayaannya itu yang menjadi daya tarik masyarakat. Bagaimana mungkin uang dari Rp 100 ribu naik Rp 1 juta, Rp 2 juta, naik Rp 10 juta dan seterusnya, ini yang digembor-gemborkan mereka,” tutur Whisnu.
Saat polisi mengecek robot trading Viral Blast, ternyata tidak ada trading sama sekali. Whisnu mengatakan semua konten yang dibuat Viral Blast tidak benar.
“Dicek oleh para penyidik, tidak ada trading. Ya tadi, cuma tipu-tipu saja lah, bohong semua. Mereka membuatkan suatu konten bahwa perusahaan ini untung dan legal, aman. Ternyata tidak,” imbuhnya.