ZONAUTARA.COM – Menjelang pengucapan syukur serentak di Sulawesi Utara (Sulut), 25 September 2022, maka Program Selamatkan Yaki mengajak kerjasama lembaga gereja, untuk berperan menjaga keberadaan satwa liar.
Salah satu gereja yang mendukung hal ini adalah Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang sejak beberapa tahun lalu memiliki MoU dengan Selamatkan Yaki.
Sekretaris Sinode GMIM Pdt. DR. Evert Tangel, M.Pd.K mengatakan, pihaknya sudah membuat surat edaran yang berisi ajakan untuk tidak mengkonsumsi satwa yang sudah dilindungi dan terancam punah.
“Maka lebih dari seribu gereja GMIM yang ada, baik di kota hingga di desa di Sulut dipastikan akan menyampaikan imbauan ini kepada anggota gereja,” katanya.
Koordinator edukasi Selamatkan Yaki, Purnama Nainggolan, mengatakan, pihaknya telah menyurati 10 pimpinan gereja di Sulut, agar mengajak umat di seluruh wilayah cakupan gereja tersebut, dengan pesan agar bijak mengkonsumsi daging saat pengucapan syukur.
“Selamatkan Yaki secara aktif melakukan survey di pasar tradisional di Sulut, sejak 2011 hingga 2019 dan menemukan tren kenaikan permintaan daging satwa liar atau daging hutan setiap kali ada pengucapan syukur,” kata Purnama.
Menghadapi fakta bahwa populasi satwa liar dilindungi sudah sangat berkurang, maka sangatlah penting mengajak keterlibatan pihak gereja lewat surat imbauan kepada seluruh umat untuk tidak berburu, memperdagangkan, membeli, menjual atau mengkonsumsi daging satwa liar terancam punah dan dilindungi di acara pengucapan syukur.
Sampai saat ini ada satwa liar yang sudah dilindungi diantaranya sesuai PP. 106 2018 diantaranya : Anoa, Babi rusa, macaca nigra atau yaki, musang Sulawesi, tarsius, maleo, jenis kelelawar besar. Ada kuse yang tidak masuk dalam daftar dilindungi tetapi terancam punah.
Dijelaskan bahwa tidak semua satwa liar masuk kategori dilindungi namun penurunan jumlahnya yang signifikan sehingga terancam punah, tentu akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem alam.
“Survey di pasar menunjukkan bahwa supply daging satwa liar seperti paniki, ular dan lainnya saat ini bukan lagi dari wilayah Sulawesi Utara tetapi dari Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan provinsi lainnya di Indonesia,” kata Purnama.
Selain karena perburuan dan kerusakan hutan, keberadaan satwa liar terancam karena pola konsumsi masyarakat. Untuk itulah pihaknya menghimbau agar warga Sulut bisa menyajikan daging yang ramah lingkungan, tanpa mengurangi makna pengucapan syukur.