Seekor harimau Sumatra berhasil dievakuasi dari kawasan perkebunan masyarakat di Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumut, pada 21 Desember 2022. Namun, belakangan diketahui dalam proses tersebut, petugas dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut memakai umpan anjing agar harimau tersebut masuk ke dalam kandang jebak. Mitigasi konflik harimau itu pun menuai kritik.
Arisa Mukharliza dari The Wildlife Whisperer Sumatra menilai, menjadikan anjing sebagai umpan adalah tindakan tidak bermoral. Pasalnya, kata platform digital yang berfokus pada upaya menyebarkan edukasi dan membangun kesadaran tentang konservasi satwa liar ini, anjing bukan satwa untuk dikonsumsi dan ada hewan ternak sebagai pilihan.
“Jadi saya rasa sangat ironis sekali menjadikan anjing sebagai satwa inferior untuk case evakuasi harimau Sumatra di Langkat,” katanya kepada VOA, Jumat (6/1).
Menurut Arisa, memilih anjing sebagai umpan juga dinilai mengancam kesehatan harimau. Ia mengatakan virus distemper yang tergolong berbahaya kerap menjangkiti anjing. Dengan kata lain, menurutnya, menggunakan anjing sebagai umpan berpotensi membuat harimau terpapar virus tersebut.
“Anjing liar atau anjing dengan less-mantainance pun rentan dengan penyakit seperti kutu dan cacing. Adakah dilakukan tes kesehatan terlebih dahulu untuk seekor anjing yang sudah dijadikan umpan? Ini yang kami dorong (tanyakan). Adakah ini dilakukan tes kesehatan ini? Atau tidak ada?,” ucapnya.
Jika dilihat dari sudut pandang ekologis, kata Arisa, harimau memang merupakan predator puncak di habitatnya. Kendati demikian, menurutnya, anjing bukan mangsa harimau ketika berburu makanan.
“Anjing itu dianggap sebagai kompetitor oleh harimau. Artinya anjing dianggap bukan mangsa, tapi target yang harus diserang,” ungkapnya.
Bukan hanya umpan yang dinilai tak sesuai prosedur. Penggunaan kandang jebak juga menjadi sorotan. Arisa mengatakan, kandang jebak membuat harimau tak leluasa berada di dalamnya.
Saat ini harimau Sumatra yang dievakuasi tersebut telah berada di salah satu pusat rehabilitasi primata yang dinilai tidak memiliki ruang dan kandang memadai untuk menampung harimau. Mirisnya, harimau itu diduga masih ditempatkan di dalam kandang jebak selama belasan hari sejak pertama kali dievakuasi.
“Mengapa kami menyoroti ini? Tentu ini akan berpengaruh pada kesehatan harimau. Mengingat harimau memiliki ruang gerak aktif dan daya jelajah yang luas. Ingat, harimau yang dievakuasi ini adalah harimau liar. Bukan harimau yang terbiasa di dalam kandang,” jelas Arisa.
Kepala BBKSDA Sumut, Rudianto Saragih Napitu, mengatakan pihaknya sebelumnya telah menggunakan hewan ternak sebagai umpan dalam proses evakuasi harimau tersebut. Namun, hewan ternak yang dijadikan umpan tak berhasil menggiring harimau masuk ke dalam kandang jebak.
“Dalam kasus ini sebenarnya kami sudah memakai kambing dan ayam. Tapi terakhir pawang harimau menyarankan dengan anjing,” kata Rudianto kepada VOA, Sabtu (7/1).
Menurut Rudianto, memilih anjing sebagai umpan hanya untuk mempercepat proses evakuasi. Ia mengatakan, apabila itu tak cepat dievakuasi, harimau tersebut akan menganggap kawasan permukiman warga sebagai wilayah teritorialnya.
“Kalau lama harimau itu di situ kami khawatir harimau itu menganggap itu wilayah teritorialnya dan masyarakat akan terganggu aktivitasnya. Memang pertama-tama kami coba dengan kambing. Tapi enggak berhasil akhirnya oleh pawang dipakai anjing dan kami ikuti, ternyata berhasil menggiring harimaunya,” ungkapnya.
BBKSDA Sumut pun menyampaikan permohonan maaf terkait dengan penggunaan anjing sebagai umpan dalam proses evakuasi harimau.
“Kepada para pencinta anjing kami mohon maaf. Tidak ada maksud kami menyinggung para komunitas itu. Pada prinsipnya bagaimana prioritas kami untuk menyelamatkan harimau dan masyarakat agar tidak terganggu dengan berbagai upaya,” ucap Rudianto.
Rudianto menjelaskan, saat ini harimau yang dievakuasi tersebut telah berada di pusat penyelamatan orang utan dan primata Sumatran Rescue Alliance (SRA), Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumut. Lokasi itu dipilih sebagai tempat penampungan sementara karena memiliki dokter dan alat medis yang lengkap.
“Di situ sudah familiar menangani satwa liar. Parameter lainnya karena akses orang di situ terbatas. Kemudian, habitat di situ tidak beda jauh dengan habitat harimau aslinya. Daripada pindah ke Medan atau ke Barumun Nagari Wildlife Sanctuary. Karena harimau itu dari alam. Kami tidak ingin lama-lama sehingga setelah selesai observasi akan dilepasliarkan ke alam di mana yang aman. Makanya di pilih di situ,” jelas Rudianto.
“Saat ini kami bersama Balai Taman Nasional Gunung Leuser sedang melakukan analisis lokasi pelepasliaran harimau. Selain menunggu hasil general check-up dari harimau itu, kami juga sudah mempersiapkan lokasi pelepasliaran,” pungkas Rudianto. [aa/ab]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia