Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (16/1) menggelar sidang perdana kasus Kanjuruhan, yang menewaskan 135 orang dan puluhan luka-luka. Dalam sidang kali ini, enam orang yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa tidak dihadirkan secara langsung, namun secara daring.
Jaksa penuntut umum yang diketuai Hari Basuki, mendakwa keenam tersangka dengan pasal 359 dan 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang meninggal, dan menyebabkan terluka.
Sekjen Federasi Kontras, Andy Irfan Junaidi, mengatakan dakwaan yang diajukan kepada terdakwa belum memenuhi rasa keadilan korban, karena hanya mendakwa pada pasal tentang kelalaian. Padahal, kata Andy, kejadian Kanjuruhan merupakan penganiayaan secara berencana yang menimbulkan luka dan kematian.
“Dakwaan ini sangat dangkal secara normatif, dengan menggunakan pasal 359, 360, maka sangat tidak mungkin peristiwa pidana di dalam tragedi Kanjuruhan itu akan tersentuh secara keseluruhan. Yang kedua, terdakwanya juga tidak berkembang dari enam orang yang sejak dulu kita protes,” jelasnya.
Penasihat hukum terdakwa, Sumardhan, menyebut dakwaan jaksa perlu dibuktikan kebenarannya, karena pihaknya yakin terdakwa tidak melakukan yang dakwakan. Sumardhan merupakan penasihat hukum dua terdakwa, yaitu Abdul Haris, dan Suko Sutrisno, keduanya merupakan panitia pelaksana pertandingan dan keamanan pertandingan.
“Tentu ini kan butuh pembuktian, kalau dari segi kami, kami tidak yakin itu (dakwaan) dilakukan, makanya kami nanti akan membuktikan,”tegasnya.
Terkait dakwaan jaksa yang mengungkap adanya tiket yang dicetak panitia pertandingan sebanyak 43 ribu, dari kapasitas stadion sekitar 38.000 orang, Sumardhan menolak dakwaan terhadap kliennya. Sumardhan menyebut, tidak ada standar yang pasti terkait jumlah penonton di stadion dengan tiket yang harus dicetak. Panitia kata Sumardhan, mencetak tiket berdasarkan pengalaman pertandingan-pertandingan sebelumnya.
“Terdakwa mencetak itu kan berdasarkan pengetahuan yang lama, ada sandarannya. Karena tidak ada sandaran normatif yang mengatakan ukuran berapa penonton yang sudah memenuhi itu, berapa standar sesungguhnya. Dan ini dilakukan sebagaimana pengalaman-pengalaman atas pertandingan yang lama, itu tidak ada persoalan,” lanjut Sumardhan.
Sekjen Federasi Kontras, Andy Irfan menambahkan, pihaknya telah memiliki bukti digital terkait insiden kemanusiaan di stadion Kanjuruhan, yang menunjukkan adanya tindakan represif yang sistematis dan masif dari aparat kepolisian, terhadap penonton di dalam stadion. Bukti ini seharusnya menjadi dasar aparat penegak hukum dalam menghadirkan asas keadilan bagi korban beserta keluarganya.
“Federasi Kontras telah mengumpulkan digital evidence, yang disana kita menemukan ada enam menit yang mematikan. Sejumlah personil Brimob menembakkan minimal empat puluh lima tembakan gas air mata, secara masif, sistematis, melalui enam stap penembakan. Itu semua dilakukan secara sengaja, bukan dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, dan bukan dalam rangka mengurai ancaman, dan bukan dalam rangka mengusir massa, karena massa yang ditembak adalah penonton yang di dalam tribun,” komentarnya. [pr/em]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia