Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan menemui pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendesak percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi UU karena dianggap penting untuk memberikan perlindungan terhadap PRT. Komnas HAM akan mendorong DPR RI segera menyetujui RUU tersebut sebagai RUU inisiatif DPR dalam sidang paripurna untuk dibahas segera oleh Badan Legislasi bersama pemerintah.
“Sebenarnya bulan ini kami sudah mengajukan pertemuan dengan Menteri Ketenagakerjaan, Seharusnya pekan lalu. Tapi karena jadwalnya bentrok dengan pertemuan presiden, maka dijadwalkan ulang,” jelas Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah kepada VOA, Sabtu (21/1).
Anis Hidayah menegaskan desakan tersebut perlu dilakukan karena lembaganya menaruh perhatian terhadap kelompok rentan yang memiliki potensi kuat terhadap pelanggaran HAM, seperti PRT dan pekerja migran. Adanya UU PPRT, menurut Anis, akan memberikan landasan hukum yang kuat untuk memberikan perlindungan terhadap mereka.
Data organisasi nonpemerintah JALA PRT menyebutkan setidaknya ada 2.637 kasus kekerasan terhadap PRT yang terjadi sepanjang 2017-2022. Komnas HAM sendiri, menurut Anis, kerap menerima pengaduan kasus PRT, baik di dalam maupun di luar negeri yang mengalami pelanggaran HAM. Pengaduan tersebut antara lain terkait dengan masalah gaji tidak dibayar, hilang kontak, kekerasan, perdagangan orang, kekerasan seksual, serta permohonan bantuan hukum.
RUU PPRT sendiri telah mengalami sejarah yang panjang. Pemerintah telah mengajukan RUU tersebut ke DPR sejak 2004. RUU itu juga masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2019, tetapi hingga kini belum pernah dibahas di sidang paripurna DPR. Presiden Joko Widodo mendesak agar RUU yang satu ini masuk dalam daftar Prolegnas prioritas DPR 2023.
Anis mengatakan, lembaganya juga telah mengkaji ratifikasi konvensi International Labor Organization (ILO) 189 tentang Pekerjaan yang Layak bagi PRT. Menurutnya, konvensi tersebut dapat menjadi norma rujukan dalam penyusunan dan pembahasan RUU PPRT.
“Komnas HAM sudah memiliki kajian tahun lalu, kajian itu kemudian dideminasikan karena ada rekomendasi yang harus dijalankan. Salah satunya percepatan RUU PPRT dan ratifikasi konvensi ILO 189,” tambahnya.
Anis meminta agar DPR dan pemerintah membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya selama proses pembahasan RUU ini.
DPR Tak Ingin Terburu-buru
Di lain kesempatan, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan tidak ingin terburu-buru dalam pembahasan RUU PPRT. Hal ini seperti dikutip dari laman dpr.go.id pada Kamis (19/1). Puan ingin pembahasan tersebut berkualitas dengan membuka ruang partisipasi seluas-luasnya bagi publik. Kata dia, hal ini penting karena RUU PPRT ini akan menjadi payung bagi PRT maupun pekerja migran Indonesia.
“Yang harus kita lihat adalah apa substansi yang akan dibahas. Kemudian, bagaimana masukan dari masyarakat dan tentunya internal pemerintah dan DPR terkait dengan Rancangan Undang-Undang ini,” ujar Puan dikutip dari laman dpr.go.id pada Kamis (19/1)
Puan menjelaskan belum menerima laporan pembahasan substansi RUU PPRT baik dari komisi terkait maupun Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku berkomitmen untuk memberikan perlindungan terhadap kurang lebih empat juta PRT di Tanah Air. Karena itu, ia mendesak RUU yang telah berusia 19 tahun ini masuk dalam daftar prirotas DPR tahun 2023.
“Saya berharap UU PPRT bisa segera ditetapkan dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi Pekerja Rumah Tangga dan kepada pemberi kerja serta kepada penyalur kerja,” ungkap Jokowi dalam telekonferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (18/1). [sm/ah]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia