Produsen minyak harus mempertimbangkan kembali kebijakan produksinya, menyusul pemulihan permintaan yang terjadi di China, yang merupakan konsumen minyak terbesar kedua di dunia, kata Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol, pada Minggu (5/2).
Permintaan minyak di China, importir minyak mentah terbesar dunia dan pembeli gas alam cair nomor dua, telah menjadi faktor ketidaktentuan terbesar bagi pasar minyak dan gas dunia pada 2023, karena investor saat ini belum dapat memprediksi seberapa cepat kenaikan permintaan dari China setelah Beijing mencabut larangan COVID pada Desember lalu.
“Kami memperkirakan sekitar separuh dari permintaan minyak dunia tahun ini akan datang dari China,” kata Birol kepada Reuters di sela-sela konferensi Pekan Energi India.
Ia menambahkan, permintaan bahan bakar jet China tengah melonjak, membuat tekanan pada permintaan.
“Jika permintaan sangat besar dan jika ekonomi China pulih, maka menurut saya, negara-negara OPEC+ perlu kembali mengevaluasi kebijakan produksi mereka,” kata Birol.
Kelompok produsen OPEC+ membuat marah Amerika Serikat dan negara Barat lainnya pada Oktober lalu, ketika memutuskan untuk memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari dari November hingga sepanjang tahun 2023, alih-alih memompa lebih banyak untuk memangkas harga bahan bakar dan membantu ekonomi dunia seperti yang disarankan AS.
Birol berharap situasi seperti itu tidak terulang, dan OPEC+ yang termasuk anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutu seperti Rusia, akan kembali menjalankan perannya yang mendukung pasar di tengah naiknya permintaan [ps/jm]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia