Kesulitan ekonomi dan pembatasan media setelah kembali berkuasanya Taliban di Afghanistan pada Agustus 2021 lalu telah memaksa sekitar 34% stasiun radio menutup operasi mereka di negara itu. Ini mebuat ratusan orang menganggur.
Persatuan Jurnalis Independen Afghanistan AIJU, pemantau media lokal yang berkantor di Kabul, merilis angka itu pada hari Senin (13/2) ketika memperingati Hari Radio Sedunia.
Presiden AIJU Hujatullah Mujadidi mengatakan kepada VOA, ada 345 stasiun radio yang beroperasi di negara itu sebelum Taliban mengambil alih kekuasaan. Radio-radio itu, tambahnya, mempekerjakan hampir 5.000 orang, di mana 25% di antaranya adalah perempuan.
Tetapi 117 stasiun radio telah berhenti mengudara karena masalah ekonomi, kata Mujahid seraya menambahkan bahwa 1.900 orang – yang lebih dari separuhnya adalah perempuan – kini kehilangan pekerjaan.
Meskipun demikian masih ada 228 stasiun radio yang tersisa, yang mempekerjakan lebih dari 1.800 orang, termasuk puluhan perempuan.
Sanksi-sanksi internasional terhadap para pemimpin Taliban dan penangguhan bantuan keuangan telah memperburuk masalah ekonomi di negara itu, yang sebagian besar bergantung pada bantuan kemanusiaan. Ini juga melipatgandakan tantangan yang dihadapi industri media Afghanistan.
Para pengecam mengatakan peningkatan sensor dan dugaan penganiayaan wartawan oleh Taliban telah sangat merusak kebebasan pers Afghanistan.
Misi Bantuan PBB di Afghanistan bulan November lalu melaporkan lebih dari 200 wartawan mengalami “penangkapan sewenang-wenang, perlakuan buruk, ancaman dan intimidasi” sejak Taliban kembali berkuasa. Sejak pertengahan 2021 lalu ratusan wartawan Afghanistan melarikan diri ke negara tetangga, Pakistan, atau ke negara-negara lain karena takut akan pembalasan terhadap laporan kritis mereka tentang serangan yang dilakukan Taliban sebelumnya.
Pengawas media global “Reporters Without Borders” mengatakan dalam tiga bulan pertama pengambilalihan Taliban pada pertengahan 2021, 43% media Afghanistan ditutup, dan 84% wartawan perempuan kehilangan pekerjaan.
Otoritas Taliban menolak tuduhan penganiayaan itu, dan menyalahkan penutupan stasiun-stasiun radio tersebut karena kurangnya dana. Pernyataan ini juga kembali dipertanyakan.
Taliban baru-baru ini memblokir akses ke situs Siaran Bahasa Pashto dan Dari Voice of Amerika VOA, dan situs web Radio Azadi yang dijalankan jaringan saudara VOA – Radio Free Europe/Radio Liberty. Pejabat-pejabat Taliban belum memberikan pernyataan terhadap tuduhan pemblokiran akses itu.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid dalam sebuah acara di Kabul yang disiarkan televisi hari Minggu (12/2) mengatakan kantor-kantor media asing yang “hanya mempublikasikan berita-berita negatif” dan “tidak mencerminkan pencapaian Taliban” tidak akan diizinkan beroperasi. Ia tidak merinci lebih jauh. [em/ka]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia