Laporan tahunan Konferensi Keamanan Munchen menemukan bahwa sikap dunia terhadap Rusia dan China telah bergeser sejak Kremlin menginvasi Ukraina. Pergeseran itu juga tampak di Afrika. Laporan itu menyatakan, ketidakpuasan negara-negara Afrika terhadap Barat tidak lantas berubah menjadi suatu keinginan agar Beijing atau Moskow memegang pengaruh yang lebih besar atas tatanan dunia.
Laporan setebal 176 halaman yang diterbitkan konferensi Munchen, forum independen tahunan yang berfokus pada isu-isu keamanan dunia, menemukan bahwa Afrika tidak tertarik untuk mendukung tatanan dunia yang dipimpin China dan Rusia.
Menurut laporan itu, sikap negara-negara Afrika terhadap Rusia dan China berubah akibat invasi Moskow ke negara tetangganya, Ukraina.
Sejumlah pihak mengkritik pemerintahan negara-negara di Afrika yang tidak menentang agresi Rusia atau menolak mengisolasi negara itu secara ekonomi dan diplomatik.
Dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB Maret 2022, 38 negara Afrika mengutuk perang Rusia di Ukraina, sedangkan 16 lainnya memilih absen.
David Otto, kepala analis keamanan dan pertahanan Center for Africa Security and Security Studies, mengatakan bahwa sikap negara-negara Afrika di panggung internasional membuat bingung banyak pihak.
“Ada kebingungan antara kepentingan dalam negeri dan [pemberian] dukungan. Negara-negara Afrika kini lebih fokus pada kepentingan mereka sendiri daripada mendukung strategi geopolitik China maupun Rusia. Setiap negara harus fokus pada kepentingan [mereka]. Saya rasa perbedaannya di sini adalah lebih banyak negara Afrika yang kini bersikap independen dalam mengambil keputusan,” kata Otto.
Sementara China dan Rusia mungkin telah menerima sebagian dukungan akan dominasi yang mereka inginkan dalam bidang keamanan dan ekonomi global, kebanyakan negara tidak mau dunia yang dipimpin oleh diktator, menurut para peneliti.
Para penyusun laporan tersebut mengatakan, Afrika tidak puas terhadap tatanan dunia yang dipimpin oleh negara-negara Barat. Di sisi lain, benua itu juga menentang peningkatan pengaruh Rusia dan China pada tatanan tersebut.
Paul Nantulya adalah pakar hubungan China-Afrika. Ia mengatakan, China dan Afrika sedang berkolaborasi untuk mengubah sebagian institusi internasional yang mereka rasa tidak menguntungkan bagi kelangsungan hidup mereka.
“Pemerintah China telah berhasil memanfaatkan keluhan Afrika akan sistem dunia saat ini untuk membangun kedekatan diplomatik dan politik dengan negara-negara Afrika. Saya pikir yang ingin dilakukan China adalah membentuk secara selektif tatanan dunia saat ini. China tidak serta merta ingin meruntuhkan tatanan dunia. China ingin secara selektif membentuk bagian-bagian dari tatanan dunia dan, dalam upaya itu, China telah mendapatkan dukungan dari negara-negara Afrika.”
Kalangan pakar mengatakan, China telah membentuk berbagai institusi, seperti Shanghai Cooperation Organization dan Global Security Initiative, di mana Afrika terlibat di dalamnya, untuk mendorong pengaruh dan keterwakilannya dalam sistem-sistem internasional.
David Monyae, kepala Pusat Studi Afrika-China di Universitas Johannesburg, mengatakan bahwa Afrika lebih menyukai tatanan dunia yang adil ke semua benua dan negara.
“Kami menginginkan tatanan dunia, di mana sumber daya dibagikan secara adil dalam struktur multilateral di WTO, dengan keadilan dalam hal perdagangan. Tidak boleh ada negara yang mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh memberikan subsidi, tapi nyatanya melakukannya sendiri terhadap produk pertanian mereka. Jadi, walaupun nanti terwujud, Afrika mungkin tidak punya kekuatan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Tapi Afrika akan terus menggaungkan isu-isu ini,” ujarnya.
Laporan itu menyatakan bahwa Afrika ingin suaranya didengar dan diberi peran dalam membentuk hukum dan aturan internasional. [rd/ka]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia