Sanksi Barat terhadap sektor keuangan Rusia telah memangkas laba semua bank dan mengganggu operasional banyak bank-bank internasional di negara itu. Namun setelah satu tahun Moskow mengirim pasukannya ke Ukraina, seberapa penting sanksi itu bagi kebanyakan orang Rusia?.
Bagi sebagian besar warga, yang banknya memberi pinjaman ritel besar dalam mata uang rubel, seperti Sberbank, jawabannya adalah: tidak banyak.
“Bagi saya, sama sekali tidak ada yang berubah,” kata Vyacheslav Fatikhovich, seorang sopir taksi di Kota Yekaterinburg, Ural.
“Satu-satunya hal yang terjadi adalah pelanggan lebih sedikit menggunakan kartu untuk membayar dan lebih sering membayar dengan uang tunai,” katanya.
Otoritas moneter Rusia berhasil mencegah terjadinya penarikan uang besar-besaran di bank-banknya dengan mengontrol modal, dan menggelontorkan pasokan mata uang rubel. Antrean panjang di anjungan tunai mandiri (ATM) selama awal musim semi untuk mendapatkan uang tunai sekarang sudah menjadi masa lalu.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi warga Rusia yang bepergian ke luar negeri, dan ingin memindahkan uang ke bank internasional atau memegang mata uang asing atau efek. Hidup mereka menjadi lebih rumit setelah bank-bank besar Rusia secara efektif dicoret dari jaringan pembayaran global SWIFT.
Valas menguap
Mereka yang memiliki rekening mata uang asing hanya diizinkan menarik $10.000 jika uang itu masuk ke rekening mereka sebelum pembatasan diberlakukan pada 9 Maret. Mereka yang menyetorkan mata uang kuat setelah batas waktu yang ditentukan hanya dapat menarik dalam mata uang rubel.
Mata uang kuat adalah sebutan bagi sejumlah mata uang yang memiliki nilai tukar stabil, seperti dolar Amerika, Euro, dan poundsterling.
Tidak ada yang bisa menebak berapa banyak mata uang kuat yang tersangkut di luar sistem perbankan karena beberapa orang bergegas mengambil rubel dan mengambil simpanan mata uang kuat mereka. Hal itu terjadi karena mereka takut adanya pemotongan nilai.
Seorang pekerja ritel, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan ingatan tentang kepanikan berebut uang tunai membuatnya sampai hari ini harus memiliki banyak uang tunai.
“Saya menghabiskan berjam-jam mengendarai mobil saya dari satu bank ke bank lain di mana orang-orang menarik tidak hanya dolar, tetapi juga rubel,” katanya.
Kartu Kredit Rusia dan China Jadi Penyelamat
Penangguhan operasi Visa dan Mastercard di Rusia juga membuat kartu yang diterbitkan di negara tersebut tidak dapat digunakan di luar negeri. Mereka terburu-buru beralih ke alternatif Rusia, kartu Mir.
Danil Usikov, seorang pengusaha berusia 45 tahun, yang berbasis di Belarusia dan berada di sana ketika kartu Rusia tidak lagi dapat digunakan, mengatakan bahwa dia memiliki cukup uang tunai sehingga tidak panik.
“Tapi masalahnya harus diselesaikan dan saya terbang ke Moskow, membuka kartu Mir, kembali ke Belarusia dan kemudian dapat membayar semuanya.”
Mantan jurnalis Andrey mengatakan China UnionPay menjadi penyelamat hidupnya. “Saya dengan cepat membuka tiga kartu UnionPay di berbagai bank Rusia,” kata Andrey, yang kini bekerja di luar Rusia. “Selain itu, saya pergi ke Kazakhstan untuk mendapatkan MasterCard di sana, yang terbukti sangat berharga dalam satu tahun terakhir.”
Tas KFC
Banyak orang Rusia yang pindah ke luar negeri juga harus mencari cara untuk mendapatkan uang rubel. Kebanyakan dari mereka hengkang karena kekhawatiran akan adanya pembalasan atas pandangan politik mereka atau takut dipanggil untuk ikut berperang.
Meski sejumlah bank masih dapat mengakses SWIFT dan memproses transfer lintas batas, komisi dan biaya-biaya ikut membengkak. Akibatnya, orang-orang melirik alat pembayaran alternatif, seperti mata uang kripto.
Misalnya, pengguna Binance, bursa kripto terbesar di dunia, dapat mentransfer rubel melalui “stablecoin” Tether yang dipatok ke mata uang dolar AS.
Ada banyak cara lain yang lebih menantang untuk mendapatkan uang tunai dari Rusia. Misalnya, pengalaman seorang profesional jasa keuangan, yang meninggalkan Moskow tak lama setelah konflik pecah. Dia meminta seorang teman untuk menarik jutaan rubel dari rekening Rusianya dan bertemu dengan seorang pria di Moskow.
Transaksi yang hanya berdasarkan saling percaya selesai tiga jam kemudian ketika seorang perempuan tiba di kamar hotelnya di Dubai dengan membawa sekitar $50.000 yang disimpan dalam kantong kertas restoran siap saji KFC.
Ramah tapi Rumit
Ribuan orang Rusia yang berbondong-bondong ke Dubai baru mengalami bahwa membuka rekening bank sama sekali tidak mudah, terutama jika tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP) dari Emirat.
“Bisa saja, tapi proses verifikasi memakan waktu satu hingga tiga bulan, dan hasilnya tidak selalu bisa diprediksi,” kata pengguna Telegram, Inna, di saluran untuk orang Rusia bernama ‘Hi Dubai’ tentang pembukaan akun tanpa kartu tanda penduduk lokal lokal.
Karena Barat melarang transaksi dengan bank sentral Rusia dan membekukan sekitar $300 miliar aset luar negerinya telah membatasi kemampuannya untuk mempertahankan nilai tukar rubel, individu juga terpengaruh oleh pembatasan. Akibatnya, lebih dari 5 juta investor ritel di Rusia memiliki lebih dari 320 miliar rubel atau sekitar Rp 65.56 triliun dalam kepemilikan saham asing yang dibekukan, menurut perkiraan bank sentral. [ah/ft]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia