ZONAUTARA.com – Kurang lebih 600 Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan para keluarga PRT di desa-desa di Indonesia mengirimkan surat untuk Ketua DPR, Puan Maharani. Surat-surat ini berisi kesedihan para PRT dan keluarga yang bertanya: mengapa RUU Perlindungan PRT tak juga disahkan?
“Yang terhormat dan terkasih mbak Puan Maharani, pemimpin negeri yang tercinta ini. Ku tulis surat ini, untukmu wahai mbk Puan Maharani Pemimpin bijaksana di Bumi Pertiwi Mbak Puan Maharani yang baik hati, ku kirimkan lewat tulisan ini sebagai ungkapan keprihatinan, kekecewaan hati atas nasib diri dan teman – teman. Sebagai perempuan yang bekerja di rumah tangga – rumah tangga para pemberi kerja atau majikan. Pemberi kerja dari yang warga biasa, Buruh, Pengusaha, Artis, pejabat dan petinggi negeri ini dan masih banyak lagi. Tidakkah kau ketahui nasib diri – kami yang tak berpunya dan tak berdaya ini?. Dalam bekerja tidak lepas dari caci, maki, tuduhan, pukulan, siksaan hingga menyebabkan hilangnya fungsi anggota badan bahkan nyawa melayang. Mungkin pula engkau tidak percaya banyak perlakuan keji, tidak manusiawi oleh pemberi kerja terhadap diri – kami? “(Sargini, Serikat PRT Tunas Mulia Yogyakarta)
“Saya adalah satu PRT yang menjadi korban kekerasan, saya sangat berharap agar UU PPRT disahkan, karena kami yang bekerja sebagai PRT sering dimaki, kami dikatai babu, padahal pekerjaan sebagai PRT tak kalah mudah, gaji kami kecil.” (Rabia, PRT, Kupang)
“ Untuk mbak Puan Maharani, saya MULYANI PRT yang bekerja sejak lulus SMP sampe sekarang tahun 2023 ,saya ingin sekolah lebih tinggi tapi apa hendak di kata orang tua saya serba kekurangan untuk menyekolahkan saya ke jenjang yg lebih tinggi .selama saya bekerja sebagai PRT ,tidak ada perlindungan dari negara untuk propesi sebagai pekerja rumah tangga,saya pernah bekerja 3 rumah tanpa upah tambahan tanpa uang lemburan,dan tidak ada waktu istirahat libur. Kami PRT di perlakukan seperti budak yang tidak punya rasa cape.” (Mulyani, PRT)
“Saya sebagai ibu rumah tangga ingin menyampaikan tentang kisah sepupu saya yang bekerja sebagai PRT, dia sudah bekerja sebagai PRT sejak menyelesaikan pendidikan SMA….namun gaji yang didapat tidak sesuai dengan pekerjaan yang diambil. Bapak/ ibu anggota DPR, segera sahkan RUU PPRT.” (Ni Putu Utami Dewi, Keluarga PRT, Bali)
Para PRT dan keluarganya ini berasal dari Jawa dan luar Jawa, dari Yogyakarta, Bali, Kupang, Sulawesi, Semarang, Lombok, Gresik, dan Jabodetabek. Mereka memohon agar Ketua DPR, Puan Maharani untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT karena kondisi kekerasan yang terus-menerus dialami PRT, disiksa, diancam dan tidak terlindungi.
Surat dari Sargini, PRT dari Yogyakarta berisi bagaimana para PRT menunggu anggota DPR untuk mengesahkan RUU PPRT karena harapan besar bisa mengubah kondisi ekonomi dan kondisi kerja mereka.
“Tengok dan lihatlah diri – kami ini yang bekerja mencari rizqi. Agar kebutuhan keluarga bisa tercukupi. Bekerja dari bangun pagi hingga waktu mau tidur lagi, tiada henti melayani pemberi kerja agar tidak terganggu karir dan cita – cita yang diingini. Namun kenyataan yang kami alami malah mendapat perlakuan yang tidak manusiawi.”
Surat-surat para PRT ini digantung di pagar-pagar pintu DPR RI di Senayan, Jakarta dalam Aksi Rabuan PRT, 1 Maret 2023 jam 10.00 WIB. Para PRT juga membacakan surat-surat ini di depan DPR dan membacakan secara online sebagai bagian dari kampanye di media sosial. Aksi ini untuk mengetuk pintu Mbak Puan Maharani untuk keluar dari gerbang DPR dan membaca surat-surat kesedihan dari desa.
Koordinator JALA PRT, Lita Anggraini menyatakan selama kurang lebih perjuangan PRT 20 tahun ini, terus bermunculan ribuan wajah-wajah PRT yang menjadi korban kekerasan.
“Mereka adalah Sunarsih, Sutini, yang disekap & disiksa 6 tahun. Lalu Ani yang disekap dan disiksa 9 tahun, Nurlela yang disekap & disiksa 5 tahun, Eni, Elok, Toipah, Rohimah, Khotimah, Rizki, yang merasa kelaparan dan kesakitan hingga berakibat pada berkurang atau tidak berfungsinya organ serta kehilangan nyawa. Surat ini sifatnya personal dari para PRT untuk mengingatkan apa yang diderita para PRT di Indonesia,” kata Lita Anggraini. ***