Uni Eropa, pada Selasa (7/3), memberlakukan sanksi terhadap sembilan orang, termasuk dua anggota senior pemerintah Taliban, perwira militer dan polisi Rusia, serta fasilitas penjara Iran, menuduh mereka semua terkait dengan pelanggaran hak dan pelecehan seksual terhadap perempuan.
“Kita meningkatkan upaya untuk melawan kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender, untuk memastikan bahwa mereka yang melakukannya, bertanggung jawab penuh atas tindakannya, dan untuk memerangi praktik kekebalan dari hukuman” kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell. Pengumuman itu disampaikan pada malam peringatan Hari Perempuan Internasional.
Langkah Uni Eropa akan membekukan aset dan memberlakukan larangan melakukan perjalanan terhadap sembilan orang tersebut, dan pembekuan aset di Penjara Qarchak – salah satu fasilitas penahanan rezim Iran untuk perempuan – serta Pengawal Republik Suriah dan lembaga militer Myanmar.
Termasuk di antara yang menjadi sasaran adalah dua penjabat menteri pemerintah Taliban yang dituduh mengeluarkan keputusan yang membatasi hak-hak perempuan dan anak perempuan. Taliban telah memberlakukan tindakan keras sejak mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021. Mereka telah melarang perempuan dari kehidupan publik dan menutup akses pendidikan untuk anak perempuan di atas kelas enam.
Uni Eropa juga menyasar kepala Kantor Polisi Moskow, Letnan Kolonel Alexander Georgievich Fedorinov, dan salah seorang anak buahnya. Komandan tersebut dituduh mengizinkan “penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, serta penyiksaan lebih jauh terhadap perempuan pengunjuk rasa anti-perang.”
Sanksi juga dijatuhkan kepada dua komandan militer Rusia yang pasukannya dituduh melakukan pemerkosaan dan kekerasan seksual di Ukraina.
Uni Eropa menyasar penjara Qarchak di provinsi Teheran di saat gelombang protes yang berlangsung selama berbulan-bulan terus terus berlanjut di Iran. Gelombang protes tersebut dipicu atas kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi moral Iran pada bulan September lalu. Protes-protes tersebut merupakan salah satu tantangan paling serius bagi teokrasi Iran sejak Revolusi Islam 1979.
Blok beranggotakan 27 negara tersebut mengatakan bahwa perempuan yang ditahan di penjara Qarchak “menjadi sasaran penyiksaan, pemerkosaan dan bentuk kekerasan seksual lainnya. Mereka ditahan di sel yang penuh sesak, tanpa akses ke air minum bersih, makanan dan bantuan medis, yang merupakan tindakan kejam, perlakuan yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat.” [my/rs]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia