TONDANO – Secara bergantian beberapa mahasiswa memesan kopi di sebuah vespa yang terparkir di sekitar pohon rindang pada Selasa (14/3/2023). Lokasinya berada tepat di depan Gedung Kuliah Bersama (GKB), halaman kampus Universitas Negeri Manado (Unima).
Secara perlahan, pemilik vespa klasik berwarna hijau itu menyiapkan satu per satu pesanan kopi untuk pelanggannya. Dengan penuh hati-hati dan ketelitian, pemuda bernama lengkap Riski Afrisandi Samsi tersebut membuat kopi di vespa tipe PSTV miliknya, yang dibeli tahun 2022 lalu. Vespa yang diproduksi tahun 1982 itu masih terlihat antik, belum ada modifikasi hanya ditambah tempat menyeduh kopi di atasnya.
“Saya mencoba membuat konsep barang klasik dan kopi,” ujar Riski, Selasa sore itu.
Lelaki berusia 22 tahun itu mengatakan sejak 2018 atau 5 tahun lalu, adalah waktu pertama kali usaha veskopnya dirintis. Ide inisiatif itu muncul saat ia melihat seorang teman sesama komunitas vespa yang juga memiliki veskop. Kebetulan, mereka tergabung dalam klub motor vespa bernama BOSS (Brotherhood of Scooters) di Sulut.
Sebagai pemula, awalnya Riski masih merasa kaku lantaran baru pertama kali mencobanya. Tekadnya mulai terbentuk dan mendorongnya terus menjalani usaha tersebut. Pun berbagai masukan, saran dan dukungan juga datang dari sejumlah orang. Seiring berjalannya waktu, Riski merasa bahwa usaha itu bagus dan unik.
Anak muda yang juga aktif di sejumlah organisasi kampus ini kemudian memilih beberapa lokasi jualan. Kedua lokasi yang dipilihnya itu adalah kampus Unima Tondano dan wilayah Boulevard Tondano.
Untuk memudahkan usahanya, Riski tak lupa membuat jadwal buka veskop. Pada hari Senin hingga Jumat, veskop akan buka di Kampus Unima, sedangkan Sabtu dan Minggu di Boulevard Tondano. Harga kopinya juga terbilang terjangkau mulai harga Rp. 5.000 hingga Rp. 10.000.
“Tidak menutup kemungkinan nanti buka juga di tempat lain,” kata Riski.
Di samping itu, sebagai anak komunitas vespa, dirinya kerap kali membuka veskop saat ada kumpul-kumpul alias kopi darat (kopdar) bagi pecinta vespa.
“Saya ke situ jual kopi untuk teman-teman,” kata Riski yang berasal dari Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara ini.
Untuk melengkapi sajian kopi itu, Riski dibantu sejumlah alat. Mulai dari box (kotak penyimpanan), grinder (alat penggiling), rok presso (alat pembuat espresso), filter chemex (alat penyaring), dan kompor gas mini jenis portabel.
Perihal kopi sebagai inti usaha itu, dirinya menyediakan beragam kopi khas sejumlah daerah. Ada kopi dari wilayah di Sulawesi, seperti kopi khas Kotamobagu (Sulawesi Utara), Toraja dan Enrekang (Sulawesi Selatan), hingga dari tanah Jawa yaitu kopi Temanggung (Jawa Tengah).
“Kopi daerah ini semuanya tidak ada yang sachet,” akui Riski yang juga sering pentas musikalisasi puisi.
Selain vespa dan kopi, buku juga tidak lupa disediakannya. Tertata rapi di atas box, para pelanggan bisa melihat beragam buku tersebut. Ada buku yang bertema sastra, sejarah, bahkan filsafat dan beberapa tema lainnya.
Menurut Riski, hal tersebut ia lakukan sebagai salah satu upaya mengembangkan minat membaca buku di kalangan masyarakat. Di sisi lain, fungsi buku itu baginya sebagai bahan untuk diskusi dan bertukar pikiran.
Untuk itulah, terkadang Riski menggabungkan konsep lapak baca di sekitar veskop. Sering kali veskop miliknya berkolaborasi bersama salah komunitas literasi lain, seperti Literasi Minahasa. Bahkan, setiap dua minggu sekali, ada jadwal diskusi bersama komunitas tersebut, yang kebetulan dalam kelompok ini, dirinya termasuk salah satu anggotanya.
“Saya bawa buku berkisar 30 judul lebih. Kalau hari-hari biasa sekitar 10 buku,” ujar dia sembari memperlihatkan buku-buku yang dibawa.
Sudah lama Riski menekuni usaha ini, tetapi sering kali ada kendala yang dialami seperti cuaca dan minimnya peralatan meracik kopi. Dengan menggunakan konsep ruang terbuka, veskop miliknya belum memiliki payung, agar pelanggan terlindungi saat hujan. Alat-alat pembuat kopinya juga masih terbatas dan sederhana, tidak seperti layaknya peralatan di kedai maupun cafe pada umumnya.
Kendati begitu, Riski tetap semangat meneruskan usaha yang telah lama dia rintis ini. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unima ini juga turut berharap kepada siapa saja yang ingin membuka usaha yang sama agar memiliki keberanian.
“Ada niat dan usaha. Jangan pernah lelah mencoba. Karena gagal itu hal biasa,” imbuh Riski sesaat sebelum membereskan sampah di sekitar veskop miliknya.
Selain veskop yang dihiasi nuansa literasi dan kopi, usaha ini dilakukan Riski guna mencari penghasilan tambahan.
Penulis: Richard Fangohoi